Sabtu, 24 April 2010

statistik 1

BAB1
PENDAHULUAN
1. PENGERTIAN STATISTIK
a. menurut Drs. Pangestu S. Statistik adalah suatu pengetahuan mengenai pengumpulan data, pegolahan, analisa, penarikan kesimpulan serta pengambilan keputusan berdasarkan analisa yang telah dilakukan terhadap data tersebut.
b. Menurut Drs. DjarwantoPs. Statistik adalahkumpulan angka-angka yang berhubungan dengan atau melukis suatu persoalan.

Statistik deskriptif adalah bagian statistik mengenai pengumpulan data, penyajian, penentuan nilai-nilai statistik, pembuatan diagram atau gambar mengenai sesuatu hal, data yang disajikan lebih mudah di pahami dan dibaca
Statistik induktif (statistik inferens) adalah bagian statistik yang berhubungan dengan pengambilan kesimpulan mengenai populasi yang sedang diselidiki.
2. POPULASI DAN SAMPEL
Data adalah fakta-fakta yang dapat dipercaya kebenarannya
Populasi adalah keselruhan data yang diteliti
Sampel adalah bagian dari semua fakta yang dianggap dapat mewakili seluruhnya. Sampel yang diambil harus bisa mewkili keseluruhan populasi yang di teliti.

Kelebihan Penggunaan Sampel

a. Biaya penelitian terjhadap sampel lebih murah dari pada penelitian terhadap populasi.
b. Waktu penelitian terhadap sampel lebih cepat dari pada populasi
c. Untuk penelitian yang sifatnya rusak tidak mungkin dilakukan penelitian terhadap keseluruhan anggota populasi sebab akan rusak semua, sehingga penelitian di lakukan terhadap sampel saja.
d. Sampel bisa digunakan untuk menyelidiki populasi yang jumlahnya tak terhingga
Sensus dan sampling

Cara pengumpulan data ada dua
1. Sensus adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan meneliti terhadap setiap anggota populasi satu per satu
2. Sampling adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan meneliti sebagian dari anggota populasi saja.
3. PEMBAGIAN DATA
Data dapat dibagi menjadi beberapa macam sbb:
1. Data intern dan data ekstern (menurut pengunaan dan di kumpulkannya)
Data intern adalah data yang dikumpulkan oleh suatu badan mengenai kegiatan badan itu dan hasilnya digunakan untuk kepentingan badan itu juga
Data ekstern adalah data yaang terdapat diluar badan yang memerlukannya.misaknya besarnya income konsumen bagi perusahaan pakaian jadi.
Data ekstern dibagi menjadi 2
a. Data primer adalah Data ektern yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh suatu badan, yang memerlukanya badan lain dan badan itu sendiri
b. Data sekunder adalah data yang dilaporkan oleh suatu badan tetapi badan itu tidak mengumpulkan sendiri,melainkan diperoleh dari pihak lain, sedangkan yang menggunakannya adalah badan lain yang menerbitkan bukan yang mengumpulkan.



Gambar
data ekstern sekunder
data
eksternal
sekunder
2. Data kuantitatif dan data kualitatif
Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dengan menggunakan satuan angka
Data kualitatif adalah data yang tidak dinyatakan dalam satuanangka, melainkan dinyatakan dalam kategori, golongan atau sifat dari data tersebut.
3. Data diskrit dan data kontinyu
Data diskrit adalah data yang satuannya selalu bulat dalam bulangan asli tidak berbentuk pecahan contoh manusia, pohon, bola dll.
Data kontinyu adalah data yang satuannya bisa dalam pecahan contoh minyak dalam ½ liter.

3. LANGKAH YANG PERLU DIAMBIL DALAM METODE ANALISIS DATA KUANTITATIF
1. Pembatasan persoalan
2. Mengumpulkan data yang relevan
3. Menyelesaikan dan mengumpulkan data ekstern
4. Mengklarifikasikan
5. Penyajian
6. analisis

4. BERBAGAI MACAM KESALAHAN DALAM ANALISIS STATISTIK
1. Kesalahan kebetulan adalah kekalahan yang sifatnya tidak sengaja
2. Kesalahan sistematis adalah kesalahan yang sifatnya disengaja.

Macam2 kesalahan yang mungkin timbul dalam analisis statistik adalah sbb:
a. Bias
b. Data yang tidak komparabel
c. Ketidak kritisan proyeksi trend
d. Asumsi hubungan sebab akibat yang tidak tepat
e. Perbandingan dengan periode yang tidak normal
f. Sampling yang tidak tepat.

statistik 2

BAB II
DISTRIBUSI FREKUENSI
1. PENDAHULUAN
Di dalam statistic deskriftif kita mengusahakan aga data dapat di sajikan dalam bentuk yang lebih berguna; lebih mudah dipahami dan lebih cepat dimengerti. Kalau ada data yang ada hanya sedikit mudah membacanya, tetapi kalau datanya banyak sekali maka membacanya akan sukar dan memerlukan waktu yang lama. Untuk memudahkan dan mempercepat memahaminya maka data yang ada lebih teratur di dalam distribusii frekuensi, bisa juga dihitung nilai-nilai statisticnya dan dibuat diagramnya.
Yang disebut sebagai distribusi frekuensi adalah suatu daftar yang membagi data yang ada kedalam beberapa kelas. Kita mengenal dua macam distribusi frekuensi yaitu:
1. Distribusi frekuensi numerical adalah distribusi yang pembagian kelas-kelasnya dinyatakan dengan angka-angka, atau secara kuantitatif
2. Distribusi frejuensi catergorical adalah distribusi frekuensi yang pembagian kelas-kelasnya berdasarkan atas macam-macam data, atau golongan data yang dilakukan secara kualitas.
Contoh dari kedua macam distribusi frekuensi itu seperti terlihat pada table 2.1 dan 2.2.
Table 2.1
Distribusi Frekuensi Numerical
Umur pegawai pada PT garuda
Umur pegawai
20 - 29.9
30 - 39.9
40 - 49.9
50 - 59.9 Jumlah pegawai
7
20
15
5


Table 2.2
Distribusi Frekuensi Numeric
Hasil penjualan toko arbin, 1978
Macam-macam barang dagangan Jumlah penjualan
Beras
Kacang tanah
Kedelai
jagung 575
250
432
157

2.PENYUSUNAN DISTRIBUSI FREKUENSI
Penyusunan distribusi frekuensi dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a. Menentukan jumlah kelas
Kita tentukan jumlah kelas untuk mengelompokkan data yang ada. Dalam menentukan jumlah kelas ini bebas, data bisa dibagi dalam 5 kelas, 10 kelas atau berapa saja sesuai dengan kebutuhan dan banyak sedikitnya penyebaran data. Saja satu cara menentukannya bisa dilakukan dengan menggunakan rumus sturge, yang di bentuknya sebagai berikut:
k = 1 + 3,3 log n
dalam hal ini
k= banyaknya kelas
n= jumlah data yang kita miliki
jadi apabila jumlah data ada 100 maka jumlah kelas = 1 + 3.3 l0g 100 = 1 + 3,3 ( 2) = 7,6 kalau dinulatkan menjadi 8. Sebagai contoh untuk penyusunan distribuso frekuensi ini kita gunakan data penjualan suatu perusahaan sebagai berikut:
besarnya penjualan yang dilakukan suatu perusahaan terhadap 80 langganan pada suatu bulan masing-masing sebagai berikut : ( dalam ribuan rupiah)*)
21,36 5,45 19,84 29,34 10,85 34,82 19,71 20,84
10,37 22,50 32,50 18,40 22,49 17,50 12,25 11,50
33,55 19,87 20,63 6,12 12,72 24,15 36,90 23,81
18,25 26,70 24,25 31,12 7,83 11,95 17,35 33,82
26,,43 12,73 8,89 19,50 17,84 26,42 22,50 5,57
24,97 37,81 27,16 23,35 25,15 34,75 13,84 23,05
14,67 24,81 15,95 27,48 21,50 16,44 24,61 10,00
27,49 17,75 31,84 18,75 26,80 21,75 28,40 22,46
24,76 15,10 23,11 30,26 16,30 18,64 9,36 17,89
17,45 28,50 13,52 21,50 14,59 14,59 29,30 29,65

K = 1 + 3,3 log 80
K = 1 + 3,3 ( 1,9031)
K = 7,280….( dibulatkan menjadi 7)
b. Mencari range
Yang disebut range adalah jarak antara data terkecil sampai denga data terbesar, atau sama dengan selisih data terkecil dengan data terbesar. Pada data diatas data terbesar = 37,81 dan data terkecil = 5,45 oleh karena itu range sebesar 37,81- 5,45 = 32, 36 dibulatkan menjadi 32

c. Menentukan panjang kelas
Panjang kelas dapat dihitung dengan range dibagi jumlah kelas. Kalau range ada 32 dan banyaknya kelas ada 7 maka panjang kelas ada 32: 7 = 4,57 dibulatkan menjadi 5

d. Menentukan kelas
Dalam menentukan kelas semua data harus bisa masuk. Data terkecil harus bisa masuk dala mkelas pertama dan data terbesar harus bisa masuk ke kelas terakhir. Untuk data diatas untuk kelas pertama bisa kita mulai dengan angka 5, kalau panjang kelas ada 5 maka kelas ke dua dimulai dengan 10,kelas ketiga dimulai dengan 15 dan seterusnya. Dapat terlihat dalam tabel 2.3
Tabel 2.3
Penentuan Kelas-Kelas Yang Kurang Tepat

Kelas ke Penjualan ( dama ribuan rupiah)
I
II
III
IV
V
VI
VII 5-10
10-15
15-20
20-25
25-30
30-35
35-40
PEMBAGIAN kelas seperti tersebut di atas bisa menimbulakan kekacauan, sebab kalau ada data yang besarnya tepat 10 maka data itu dimasukkan di kelas I dan II, oleh karena itu untuk menghindari kekacauan maka batas kelas untuk tiap-tiap kelas itu kita buat sedikit dibawah batas bawah kelas sebelumnya. Karan data yang kita miliki itu satuannya sampai dua agka dibelakang koma, maka bata diatas kelas pertama menjadi 9,99 , batas atas kelas II sebesar 14,99 dan seterusnya. Dapat dilihat [ada tabel 2.4
Tabel 2.4
Penentuan Kelas Yang Baik

Kelas ke Penjualan ( dama ribuan rupiah)
I
II
III
IV
V
VI
VII 5-9,99
10-14,99
15-19,99
20-24,99
25-29,99
30-34,99
35-39,99
Tetapi untuk kepentingan praktis kadang kadang penyajiannya seperti pada tabel 2.3 dengan anggapan data yang sebenarnya 10 masuk kelas kedua, 15 masuk kelas ketiga dan sebagainya.

e. Mencari frekuensi tiap-tiap kelas
Frekuensi tiap-tiap kelas terlebih dahulu dapat dihitung dengan memakai tanda garis tiap ada data yang masuk di dalamnya. Misalnya dalam contoh kita data pertama sebesar 21,36 maka pada kelas IV diberi tanda( /) data kedua sebesar 10,37 maka pada kelas II diberi tanda (/). Dan seterusnya. Ini dapat dilihat pada tabel 2.5
Tabel 2.5
Perhitungan Frekuensi Untuk Tiap Kelas

Kelas ke Besar penjualan (dalam ribuan rupiah) tanda Jumlah langganan (frekuensi)
I
II
III
IV
V
VI
VII 5-9,99
10-14,99
15-19,99
20-24,99
25-29,99
30-34,99
35-39,99 //// /
//// //// //
//// //// //// ////
//// //// //// ////
//// //// ///
//// ///
// 5
12
19
20
13
8
2







3.NAMA BAGIAN DALAM DISTRIBUSI FREKUENSI
a. Class limits
Kelas limits adalah batas-batas kelas. PaDA CONTOH kita seperti tabel 2.3 batas-batas kelas I adalah batas kelas bawah 5 sedang batas kelas atasnya 9,99 . untuk kelas dua batas kelas bawah 10, sedang batas kelas atasnya 14,99.
b. Frekuensi
Ferekuensi adalah jumlah data untuk tiap- tiap kelas. Jadi untuk kelas I frekuensinya ada 6, kelas II ada 12 dan seterusnya.

c. Class boundary
Adalah pertengahan antara batas atas suatu kelas atau kelas bawah kelas ke sesudahnya. Class boundary antara kelas I dan II adalah : 9,995. Class boundary antara kelas II dan III sebesar 14,995 dan seterusnya.
Sebagai akibat dari penentuan besarnya kelas batas atas suatu kelas sedikit dibawah batas bawah kelas sesudahnya maka terdapat jarak atau kekosongan antara kelas satu dengan yang lain. Misalnya antara kelas I dan kelas II terdapat kekosongan ( antara ) dari 9,99 sampai dengan 10. Perbedaan ini kecil tetapi untuk perhitungan –perhitungan tertentu tidak boleh diabaikan. Untuk mengatasi kekosongan itu maka dipakailah class boundary.

Gambar 2.1
Letak class limits Dan class boundary

5 9,99 10 14,99 15

9,995 14,995


d. Class mark
Adalah pertengahan tiap-tiap kelas atau rata-rata antara kelas batas kelas bawah dengan batas kelasa atas suatu kelas.
Untuk kelas I class mark = ( 5 + 9,99) : 2 = 7,495
Untuk kelas II class mark = ( 10 + 14, 99) : 2 = 12,495

e. Class interval
Adalah perbedaan antara suatu kelas boundary dengan class boundary sebelumnya. Dalam contoh diatas kelas intervalnya ada 5, yaitu = 14,995 – 9,995 atau = 19,995 – 14,995.

f. Kelas terbuka
Adalah kelas yang tidak ada batasnya, misalnya pada kelas IV dalam distribusi frekuensi pada tabel 2.6.




Tabel 2.6
Distribusi Frekuensi Yang Mempunyai
Kelas Terbuka
Umur Nasabah Bank “ Xyz”

Umur nasabah ( tahun) Jumlah nasabah
15 - 29,9
30 - 44,9
45 - 59,9
60 atau lebih 15
28
20
10



4. MACAM-MACAM DISTRIBUSI FREKUENSI
Disamping distribusi frejuensi yang dijelaskan didepan, masih ada lagi beberapa macam bentuk distribusi frekuensi sbb:
a. Distribusi frekuensi relative
Adalah distribusi frekuensi yang frekuensinya tidak dinyatakan dalam angka absolute tetapi frekuensi tiap-tiap kelas dinyatakan dalam angka relative atau dalam persentase dari jumlah frekuensi semua kelas yang ada. Sebagai contoh seperti telihat pada table 2.7 yang menunjukkan distribusi frekuensi relative dari data dalam contoh-contoh di depan.
Table 2.7
Distribusi Frekuensi Relative
Volume penujualan( dalam Rupiah) Perentase jumlah langganan ( dalam %)
5-9.99
10-14,99
15-19,99
20-24,99
25-29,99
30-34,99
35-39,99 7,50
15,00
23,75
25,00
16,25
10,00
2,50

b. Distribusi frekuensi kumulatif
Yang dimaksud dengan Distribusi frekuensi kumulatif adalah distribusi frekuensi yang secara berturut-turut dan bertahap memasukkan frekuensi pada kelas-kelas lain. Ada dua macam distribusi frekuensi kumulatif yaitu distribusi frekuensi kumulatif kurang dari dan distribusi frekuensi kumulatif atau lebih.
1. distribusi frekuensi kumulatif kurang dari
distribusi frekuensi kumulatif kurang dari adalah distribusi frekuensi yang memasukkan frekuensi pada kelas-kelas sebelumnya. Bila contoh di atas kita susun kedalam distribusi frekuensi kumulatif kurang dari maka seperti terlihat pada tabel 2.8

Tabel 2.8
Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari
Besarnya penjulan ( dalam ribuan rupiah) Jumlah langganan
Kurang dari 5
Kurang dari 10
Kurang dari 15
Kurang dari 20
Kurang dari 25
Kurang dari 30
Kurang dari 35
Kurang dari 40 0
6
18
37
57
70
78
80
Untuk menghitung frekuensi kumulatif kita jumlahka,n frekuensi-frekuensi kelas-kelas sebelumnya pada distribusi frekuensi biasa. Misalnya untuk kelas ketiga = 6 + 12 = 18,
Untuk kelas keempat = 6+ 12 + 19 = 37 dan seterusnya.

2. Distribusi frekuensi kumulatif (atau lebih)
Distribusi frekuensi kumulatif atau lebih adalah distribusi frekuensi yang memasukkan frekuensi pada kelas-kelas sesudahnya. Contoh distribusi frekuensi di depan dapat kita susun dalam distribusi freuensi kumulatif atau lebih, seperti telihat pada tabel 2.9
Tabel 2.9
Distribusi Frekuensi Kumulatif Atau Lebih
Besarnya penjualan ( dalam ribuan rupiah) Jumlah langganan
5 atau lebih
10 atau lebih
15 atau lebih
20 atau lebih
25 atau lebih
30 atau lebih
35 atau lebih
40 atau lebih 80
74
62
43
23
10
2
0

Distribusi frekuensi kumulatif relatif
Distribusi frekuensi kumulatif relative adalah distribusi relative yang frekuensinya dinyatakan secara relative, baik kumulatif kurang dari maupun kumulatif ata ulebih. Sebagai contoh kita susun data di atas ke dalam distibusi frekuensi relative kurang dari, seperti terlihat dalam tabel 2.10
Tabel 2.10
Distribusi Frekuensi Kumulatif
Ralatif Kurang Dari
Besarnya penjualan ( dalam ribuan rupiah) Persebtase banyaknya langganan( dalam %)
Kurang dari 5
Kurang dari 10
Kurang dari 15
Kurang dari 20
Kurang dari 25
Kurang dari 30
Kurang dari 35
Kurang dari 40 0
7,50
22,50
46,25
71,25
87,50
97,50
100,00


5. MEMBUAT GAMBAR
Dalam data yang sudah disusun dalam distribusi frekuensi diatas dapat digambarkan dalam bentuk histogram, polygon curva dan ogive, sebagai berikut:
a. histogram
untuk memudahkan dan memepercepat dalam memahami keadaan data, maka biasanya digambarkan ke dalam grafik atau diagram. Dengan melihat gambar secara sepintas lalu saja, kita sudah bisa mengetahui keadaan data. Gambar yang paling banyak digunakan untuk menjelaskan distribusi frekuensi adalah histogram. Histogram adalah gambara n mengenai suatu distribusi frekuensi, untuk setiap kelas dinyatakan dalam skala horizontal sedang frekuensinya dinyatakan dalam sksla vertical.
skala horizontal dapat memakai class boundaries seperti dalam gambar 2.2 dapat : memakai kelas limits seperti dalam bambar 2.3 atau dapat pula memakai angka yang mudah dan relative bulat yang mendekati, seperti pada gambar 2.4.
frekuensi

20

15

10

5

4,995 9,995 14,99 19,995 24,995 29,995 34,995 39,995

Gambar 2.4
Histogram Dengan Skala Hirisontal
Class Limits



Gambar 2.4
Histogrsm Dengan Skala Horizontal
Angka Bulat Yang Terdekat



Mengaambarkan histogram seperti di atas mudah saja karena panjang kelas sama semuanya. Andaikan panjang kelas itu tidak sama maka harus diadakan penyesuaian supaya tidak menimbulkan salah penapsiran. Penyesuaian itu adalah : apabila panjang suatu kelas dua kali lebih panjang dari pada kelas yang lain maka kelas histogram pada kelas itu kita bagi dua., apabila panjang suatu kelas tiga kali lebih panjang dari kelas yang lain maka tinggi kelas pada kelas itu kita bagi tiga dan seterusnya. Sebagai contoh misalnya distribusi frekuensi yang kita pakai dalam contoh padapembicaraan di depan kita rubah dengan menggabungkan kelas IV dan kelas V, maka frekuensi pada kelas IV menjadi 20+ 13 = 33 dan distribusi frekuensi itu akan tampak seperti dalam tabel 2.11
Tabel 2.11
Distribusi Frekuensi Dengan Kelas IV Dua Kali Kelas-Kelas Yang Lain

Besarnya penjualan ( dalam ribuan rupiah) Jumlah langganan

5-9,99
10-14,99
15-19,99
20-29,99
30-34,99
35-39,99 6
12
19
33
8
2

Kalau distribusi frekuensi itu kita gambarkan tanpa diadakan penyesuaian, maka histogramnya seperti telihat pada gambar 2.5
Gambar 2.5
Histogram Distribusi Frekuensi Yang Kelas-Kelasnya Tidak Sama, Tanpa Penysuaian



Pada gambar 2.5 itu panjang kelas ke IV dua kalilebih panjang daripada yang lain., kalau tinggi histogram sesuai dengan frekuensinya saja , maka bagian histogram pada kelas IV menjadi luas sekali.oleh karena itu itnggi histogram harus dibagi 2 supaya bagian histogram pada kelas itu tidak berlebih-lebihan. Seharusnya histogramnya seperti yang terlihat pada gambar 2.6




Gambar 2.6
Histogram Dari Distribusi Frekuensi Yang
Kelas-Kelasnya Tidak Sama, Dengan Penyesuaian.



b. Frekuensi polygon
Frekuensi polygon adalah gambar yang menjelaskan distribusi frekuensi yang dinyatakan dengan garis-garis lurus yang menghubungakan titik-titik yang letaknya sesuai dengan class mark dan frekuensi tiap-tiap kelas.
Untuk menlengkapi gambar dari polygon ini biasanya sebelumnya kelas pertama dan sesudah kelas terakhir ditambah saatu kelas denga frekuensi 0. Sehingga polygon itu dimulai dari sumbu histogram dan terakhir juga pada sumbu hirisontal.





Gambar 2.7
Frekuensi polygon



Kelemahan histogram dan polygon adalah kedua-duanya tidak bisa digunakan untuk mengambarkan distribusi frekuensi denga kelas terbuka. Dan untuk menggambarkan. Distribusi yang kelas-kelasnya tidak sama harsus dilakukan penyesuaian.

c. Kurva
Kurva adalah gambar dari distribusi frekuensi yang dinyatakan dalam garis lengkung, yang kurang lebih sama denga luas histogram. Dalam mengambarkan kurva ini lebih fleksibel daripada menggambarkan histogram dan polygon sehingga garisnya merupakan satu lengkung. Contoh kurva seperti terlihat pada gambar 2.8 dengan data pada contoh di muka.



Gambar 2.8
Kurva



d. Ogive
Adalah semacam polygon tetapi digunakan untuk menggambar distribusi frekuensi kumulatif. Sumbu vertical menyatakan sumbu horisontalnya tidak menyatakan class mark tetapi menyatakan kelas-kelasnya dari distribusi frekuensi itu ( kurang dari maupun atau lebih) contoh dari ogive ini dapat terlihat dalam gambar 2.9 dengan data contoh dimuka









Gambar 2.9
Ogive Distribusi Frekuensi Kumulatif
Kurang Dari

statistik 3

BAB III
UKURAN GEJALA PUSAT
Seperti telah disebutkan di muka bahwa untuk memudahkan dan mempercepat pemahaman data, disamping disusun distribusi frekuensi juga dicari nilai-nilai atau ukuran-ukuran statistiknya. Ukuran-ukuran kemencengan atau ukuran simetris tidaknya suatu distribusi dan ukuran tumpul atau runcingnya suatu kurva. Yang akan dibicarakan dalam bab ini adalah ukuran-ukuran gejala pusat ( measures of central tendency) atau ada juga yang menyebutkan dengan ukuran letak. Disebut sebagai ukuran gejala pusat karena menunjukkan letak dari pusat atau pertengahan sekumpulan data. Ukuran-ukuran itu antara lain berbagai macam rata-rata, median, modus, kuartil, desil, dan persentil.
1.Rata-rata hitung ( arithmetic mean)
Rata-rata hitung atau mean adalah seperti rata-rata yang telah kita kenal dalam pembicaraan sehari-hari, yaitu jumlah datri suatu data dibagi denga banyaknya data. Rata-rata hitung itu untuk sampel biasanya dinyatakan dengan symbol ¯X dan untuk populasi biasanya dengan symbol (dibaca myu).
Secara lebih jelas penggunaanya akan kita hadapi dalam bab yang lain.
a.mencari rata-rata untuk data yang tidak dikelompokkan
data itu ada yang dikelompokkan dan ada yang tidak. Kalau jumlah data sedikit biasanya tidak perlu dikelompokkan, Tetapi kalau jumlah datanya banyak biasanya dikelompokkan, disesuaikan dalam distribusi frekuensi.
Perhitungan rata-rata yang tidak dikelompokkan itu sederhana saja, yaitu dengan menjumlah semua data yang ada dibagi dengan banyaknya data, atau kalau dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

¯X=(∑_(i=1)^n▒X_i )/n
Dalam hal ini :
∑ = tanda jumlah
n = banyaknya data
X_i = besarnya tiap-tiap data\


Rumus diatas dapat pula diuraikan sebagai berikut :


¯X = (X_(1+ ) X_(2+X_(3+ )…..X_(n ) ))/n
Contoh : berat 5 orang atlit yang mengikuti suatu pertandingan adalah sebagai berikut :
59 kg, 62 kg, 60 kg, 65 kg, 55 kg.
Rata-rata berat badan atlit itu adalah
(59+62+60+65+55)/5= 60,2 KG
Apabila dari beberapa kumpulan data masing-masing sudah diketahui rata-ratanya secara keseluruhan kita tidak perlu menghitung dari data aslinya, melainkan cukup dihitung memakai rata –rata yang telah ada itu. Sebagai contoh kita hitung rata-rata secara menyeluruh dari rata-rata gaji tiap kelompok pegawai sebagai berikut.
Tabel 3.1
Rata-Rata Gaji Satu Bulan Untuk Setiap Kelompok
Pegawai Suatu Perusahaan
Macam pegawai Jumlah pegawai Rata-rata gaji
Staf ahli
Kepala bagian
Kepala seksi
Mandor
buruh 5
5
10
15
30 250.000
125.000
80.000
50.000
30.000
Rata-rata dari gaji semua karyawan pada perusahaan itu dapat kita cari dengan rumus :
¯X= n_(1 X ̅_(1+) n_(2 X ̅_(2+ n_(3 X ̅_(3+) ) ) ) )/(n_(1+ ) n_(2+ ) n_(3+ ) n_(4+ ) )

b. mencari rata –rata hitung untuk data yang dikelompokkan
data yang sudah dikelompokkan biasanya disusun dalam distribusi frekuensi. Sudah barang tentu data yang dikelompokkan itu akan kehilangan keasliannya, tiap-tiap data sudah dimasukkan ke dalam kelas yang sesuai, yang ada tinggal kelas dan frekuensi saja. Oleh karena itu dalam perhitungan ini kita gunakan anggapan bahwa semua data terletak pada class mark yaitu pertengahan suatu kelas. Sebagai contoh didalam perhitungan ini kita menggunakan distribusi frekuensi yang telah dipakai dimuka:
Tabel 3.2.
Besarnya Penjualan, Class Mark Dan Frekuensi
Dari 80 Langganan Suatu Perusahaan,
Untuk Menghitung Rata-Ratanya.
Besarnya penjualan (000) Class mark (X_i) Jumlah langganan (f_i)
5 - 9.99
10 - 14,99
15 - 19,99
20 - 24,99
25 - 29,99
30 - 34,99
35 - 39,99 7,495
12,495
17,495
22,495
27,495
32,495
37,495 6
12
19
20
13
8
2
Dalam tabel ini ternyata class mark kelas I = 7,495 dengan frekuensi 6, kelas II class marknya 12,495 denga frekuensi 12 dan seterusnya. Maka rata-rata dapt kita cari dengan rumus sebagai berikut:



¯X=(∑_(i=1)^k▒X_(ifi ) )/(∑_(i=1)^k▒f_i )
k= jumlah kelas

Perhitungan kita diatas memang kurang relative dibanding kalau menghitung rata-ratanya dari tiap-tiap data secara individual (seperti dalam data yang tidak dikelompokkan), tetapi menghitungnya lama sekali dan perbedaanya tidak begitu banyak.kalau kita cari denga rumus yang dimasukkan data satu persatu ( seperti ) dalam data yang tidak di kelompokkan ) maka rata-ratanya (mean) ada 21,05 ( Rp 21.050,00) sedang kalau dihitung dengan rumus kita di atas ( dalam data yang dikelompokkan ) rata-ratanya ada 20,87 ( Rp 20.870,00), permintaan ini relative kecil dibanding dengan besarnya rata-rata.
Perhitungan yang kita lakukan tadi agak sulit dan menjemukan, lebih-lebih kalau class marknya besar dan bilanganya pecahan.untuk mempermudahkan dan mempercepat maka skalanya dirubah, dari skala biasa menjadi skala d yang satunya bulat, yaitu 1,2,3 dan sebagainya . unutk lebih menjelaskan perbedaan skala X (class mark) dengan skala d.
Gambar 3.1
Skala X dan skala d

skala d
-3 -2 -1 0 1 2 3
Pada kelas yang berada tepat ditengah diberi nilai 0, kelas kelas sebelumnya berturut-turut diberi nilai -1, -2, -3, sedang kelas sesudahnya berturut-turut diberi nilai 1, 2, 3. Kalau banyaknya kelas genap tidak ada kelas yang tepat ditengah. Setelah kita rubah skalanya maka besarnya rata-rata dapat kita cari denga rumus:
¯X= C. ¯d+ X_(0 )
C = class interval
X_(0 )= class mark dengan skala X pada kelas yang nilai d nya = 0. Sedang ¯d dapat kita cari dengan rumus

¯d = (∑_(f=1)^k▒〖d_i f_i 〗)/n
Dalam hal ini d_i adalah class mark denga skala baru (d) . dengan menggabungkan kedua rumus diatas akan diperoleh rumus sbb:

¯X= (C. ∑_(i=1)^k▒〖d_i f_i 〗)/n + X_0
Rumus ini merupakan rumus yang pendek dan mudah, hasilnya sama saja. Apabila data dalam tabel 3.2 didepan kita hitung rata-ratanya denga memakai rumus ini maka seperti terlihat dalam tabel 3.3





Tabel 3.3
menghitung rata-rata dengan skala d
class mark volume penjualan frekuensi f d.f
dengan skala X dengan skala d
7,495 -3 6 -18
12,495 -2 12 -24
17,495 -1 19 -19
22,495 0 20 0
27,495 1 13 13
32,495 2 8 16
37,495 3 2 6
80 26

X ̅ = (5(-26))/80 + 22,495
= - 1, 625 + 22,495
= 20,87
Rata-rata volume penjualan itu ada 20.870,00 sama dengan hasil perhitungan didepan.
Rata-rata adalah nilai atau ukuran yang sudah diketahui oleh setiap orang, hanya ada satu rata-rata untuk kelompok data. Adapun kelemahan dari rata-rata ini adalah kalau data terendah sangat kecil dan data tertinggi sagan besar maka sering menimbulkan salah penafsiran , misalnya rata-rata dari umur kelima orang sebagai berikut:
15 tahun, 16 tahun, 17 tahun, 80 tahun, 75 tahun .
Rata-ratranya adalah : ( 15+ 16 + 17 + 80 + 75) : 5 = 40,6
Median
Median adalah nilai yang letaknya ditengah atau rata-rata dari dua nilai yan berada ditengah kalau datanya genap, setelah data itu diurutkan sesuai dengan besar kecilnya.

Mencari median untuk data yang tidak dikelompokkan
Untuk data yang tidak dikelompokkan didalam mencari median data hrus diurutkan sesuai denga besar kecilnya ( dari kecil kebesar atau sebaliknya) . kemudian letak media ndapat dicari denga ( n + 1) : 2. Contoh data 6, 7, 10, 11, 14
Maka mediannya ( 5+1):2 =3 jadi mediannya bilangan ke tiga yaitu 10. Tetapi apabila bilangannya genap maka dijumlahkan kemudian dibagi 2. Contoh
4, 6, 9, 10, 11, 18
Median = ( 9+10);2
= 9,5
Mencari median untuk data yang dikelompokkan
Untuk mencari median pertama –tama kita tentukan dulu letak median denga rumus n/2 ( tidak sam dengan letak median yang tidak dikelompokkan) . kemudian dihitung frekuensi kumulatifnya kurang dari). Setelah itu besarnya median dapat dicari dengan rumus.
Med = L + C j/f_m
Med = median
L = class boundary bawah dari kelas yang mengandung median
C = class interval
J = selisih antara letak median dengan frekuansi kumulatif pada kelas sebelum terdapat median
f_m = frekuensi pada kelas yang terdapat median

Sebagai contoh kita cari median dari data yang kita pakai di depan :
Tabel 3.4
Distribusi Frekuensi Dan Frekuensi Kumulatif
Untuk Menghitung Median
Jumlah penjualan frekuensi Frekuensi kumulatif
5 - 9,99
10 - 14,99
15 - 19,99
20 - 29,99
30 - 34,99
35 - 39,99 6
12
19
20
13
8
2 6
18
37
57
70
78
80
80
Jumlah datapada tabel 3.4 itu ada 80, maka letak median pada data yang ke 80:2 = 40 ; terletak pada kelas IV. Frekuensi kumulatif pada kelas sebelum kelas median (kelas III) ada 37. Class boundary bawah pada kelas terdapat median ( kelas IV) sebesar 19,995)
Med = 19,995+ 5 ((40-37))/20
= 19,995+ 0,75
= 20,745
Cara lain untuk mencari median sbb:
Med = U - Cj^"/f_m
U= class boundary atas dari kelas yang mengandung median
j^"= selisih antara frekuensi kumulatif pada kelas terdapat median dengan letak median.

Med = 24,995 - 5((57-40))/20
= 24,995- 4.25
= 20,745
Ternyata hasilnya sama dengaperhitungan sebelumnya.
Modus ( mode)
Modus adalah nilai (sifat yang paling banyak terjadi, yaitu yang frekuensinya terbesar . untuk data kuantitatif ,modus adalah nilai yang paling banyak terjadi sedangkan untuk data kualitatif modus adalah sifat atau keadaan yang paling banyak terjadi.
Mungkin sekelompok data mempunyai satu modus ( disebut unimodal), mungkin dua modus (bimodal), atau lebih.
Mencari modus untuk data yang tidak dikelompokkan
Untuk menghitung modus data yang tidak dikelompokkan maka kita cari data yang frekuensinya paling banyak. Misalnya dalam dATA sebagai berikut: 61, 63, 63,63,68, 70, 72, 75, 76, 76, 80, 80, 81. Dala mdata tersebut ternyata bilangan yang terjadi paling banyak adalah 63, yaitu ada 3 kali sedangkan yang lainnya ada 1 dan 2. Oleh karena itu modusnya hanya satu sebesar 63. Adapun contoh dari data yang mempunyai dua modus adalah:
53, 55, 55, 55, 60, 62, 64, 69, 69, 72, 72, 75.
Ternyata modus dari data diatas ada dua ; yaitu 55 dan 69.

Mencari modus untuk data yang dikelompokkan
Untuk data yang dikelompokkan maka modus akan terketak pada kelas yang frekuensinya paling banyak. Kalau didalam gambar letak modus sesuai dengapuncak kurva.
Gambar 3.3
Letak modus pada kurva

Untuk menghitung modus secara cepat dapat digunakan rumus sbb :
= L_1+ ∆1/(∆1+∆2)C
L_1= class bourdary bawah dari kelas terdapatnya modus
∆1= selisih antara frekuensi kelas terdapatnya modus degna frekuensi kelas sebelumnya.
∆2= selisih antara frekuensi kelas terdapatnya modus degna frekuensi kelas sesudahnya
C = class interval
Sebagai contoh, kita cari modus dari data yang sudah disusun dalam distribusi frekuensi dulu, sbb: ( lihat tabel 3.5)
Tabel 3.5
Distribusi Frekuensi Untuk
Menghitung Modus
Volume penjualan Jumlah langganan
5 - 9,99
10 - 14,99
15 - 19,99
20 - 29,99
30 - 34,99
35 - 39,99 6
12
19 ∆1 = 20-19 =1
20 ………..kelas modus
13 ∆2 = 30-13 = 7
8
2
Class boundary bawah = 19,995, maka
Modus = 19,995 + 1/(1+7)5 = 19,995 + 5/8 = 20,62

Rata-rata ukur
rata-rata ukur adalah akar ke n ( Jumlah data) dari perkalian data-data yan ada, atau dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
Rata-rata ukur = √(n&〖X_(1.).X〗_(2.) X_(3.) X_(4…………L_1 ) X_n )
Rata-rata ukur ini biasanya digunakan untuk mencari rata-rata persentase kenaikan. Contoh:
Suatu perusahaan pada tahun 1976 menperoleh laba Rp 25.000,00 pada tahun 1977 Rp 50.000,00 dan tahun 1978 Rp 400.00,00. Laba padatahun 1977 ada dua kali laba tahun 1976 dan laba tahun 1978 ada 8 kali laba taun 1977. Apabila rata-rata kelipatan kenaikan itu kita cari denga rata-rata biasa ( rata-rata hitung) maka rata-rata kenaikan itu menjadi
( 2 + 8 ) : 2 = 5 kali.
Kalau rata-rata kenaikan laba itu 5 kali berarti apabila laba tahun tahun Rp 25.000,00 maka laba tahun 1977 kia-kira 5 kali Rp 25.000 = 125.000 dan perkiraan laba tahun 1978 = 5 x 125.000 = 625.000 rata –rata ini menghasilkan perkiraan laba pada tahun 1977 dan 1978 yang jauh menyimpang dari kenyataan. Oleh karena itu untuk mencari rata-rata persentase atau kelipatan kenailan itu sebaiknya digunakan rata-rata ukur.
Rata-rata ukur = √(2x 8) = √16 = 4
Dengan demikian maka diperkirakan keuntungan tahun 1977 menjadi 4x 25.000 = 100.000 dan perkiraan keuntungan tahun 1978 menjadi 4 x 100.000 =400.000 . ternyata perkiraan keuntungan denga rata-rata ukur kenaikan itu lebuh mendekati kenyataan dari pada dengan rata-rata hitung kenaikannya, atau denga kata lain oenyimpangan dari kenyataanya lebih kecil.
Apabila jumlah data yang ada itu banyak, maka cara perhitungan diatas sulit digunakan , untuk mempermudah digunakan bentuk rumus dan perhitungan denga memakai logaritma , sehingga rumusnya sebagai berikut:

Dalam cara ini yang pertama-tama dieroleh dari hasil perhitungan dalam rumus diatas adalah log G . untuk mencari G ( rata-rata ukur) maka harus kita cari anti logaritmanya. Sebagai contoh misalnya kita akan mencari rata-rata ukur dari indek berantai harga suatu barang mulai tahun 1974 sampai dengan tahun 1978 sbb:
107, 116, 120, 122, 125

Untuk mempermudah maka kita hiutng dulu:
Log 107 = 2,0294
Log 116 = 2,0645
Log 120 = 2,0792
Log 122 = 2,0864
Log 125 = 2,0969

Log G = 10,3564/5= 2,0713
G = 117,84
Rata-rata ukur ini selalu digunakan untuk menghitung bilangan –bilangan positif. Kalau ada data aslinya turun maka dapat dinyatakan dengan kelipatan kuran dari 1, misalnya laba tahun 1978 Ada 0,65 dari laba tahun 1977 berarti labanya turun.
Rata-rata harmonis
Rata-rata harmonis adalah merupakan banyaknya data dibagi dengan jumlah satu per tiap0tiap data atau dengan rumus sbb:
Sebagai contoh dalam menggunakan rata-rata harmonis misalnya kita mempunyai uang Rp 1.200 akan dibelikan telor ayang denga harga setiap butir Rp 30 disamping itu mempunyai uang RP 1.200 yang akan dibelika ntelor itik yang harganya 4 butir Rp 40. Rata-rata harga telor yang dibeli itu setiap butir tidak ( 30+40) : 3 tatapi dena uang Rp 1.200 kita biasa memperoleh telot ayam 40 butir dan dengan uang Rp 1.200 yang kedua dapat membeli 30 butir telur itik. Sehingga harga rata-rata telur setiap butir = ( 2.400) : 70 = 34,29 . rata-rata harga telur ini secara lebih cepat dihitung dengan rata-rata harmonis:
Rata-rata harmonis = 2/(1/30+1/40 )
= 34,29
Rata-rata tertimbang
Adalah rata-rata yang memperhatikan tingkat penting atau tidaknya macam hal yang dirata. Biasanya weight ( timbagan) yang digunakan dalam kuantitasnya. Contoh: sebuah toko menjual beras kualitas I 400 kg denga harga @ 225,00 beras kualitas II 300 kg denga harga 200,00 dan kualitas III 200 kg denga harga 175,00. Rata-rata harga beras tiap kg nya bukannya ( 225,00+ 200+ 175 ) : 3 tetapi
Rata-rata tertimbang = (( 400x 225)+( 300x200)+ ( 200x 175))/(( 400+300+200))
= 205,56



Kuartil
Yang dimaksud denga kuartil adalah nilai –nilai yang membagi data dalam 4 bagina yang sama. Kuartil itu ada 3, yaiutu kuartil pertama, kedua dan ketiga. Adapun cara ,mencarinya hampir sama dengan mencari median, perbedaannya pada letak kuartil.
Mencari kuartil untuk data yang tidak dikelompokkan
Letak kuartil dapat dicari sebagai berikut:
Kuartil ke -1 letaknya pada bilangan ke (n+1)/4
Kuartil ke 2 letaknya pada bilangan ke (n(n+1))/4….sama denga letak median
Kuartil ke 3 letaknya pada bilangan ke (3(n+1)/4
Contoh: misalnya ada data kelompok sbb:
22, 24, 24, 25, 26, 27, 27, 28, 29, 30, 31
Jumlah data ada 11, sehingga: letak kuartil ke-1 pada bilangan ke (11+1)/4 = bilagan ke-3. Bilangan ke-3 besarnya 24, sehingga kuartil ke-1 adalah 24. Kuartil ke-2 sama dengan median (2(11+1))/4 = bilangan ke 6. Besarna kuratil ke-2 = 27. Kuartil ke-3 pada bilangan ke (3(11+1))/4 = bilangan ke 9. Besarnya 29

Mencari kuartil pada data yangdikelompokkan
Letak kuartil ke-1 terletak pada bilangan ke n/4 kuartil kedua terletak pada bilangan ke (2(n))/4 kuartil ke-3 terletak pada bilangan (3(n))/4
Asapun untuk menghitung besarnya kuartil dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Kuartil ke-1 K_1= L_(K_1 )+ C j_1/f_(K_1 )
Kuartikl kedua sama dengan median.
Kuartil ke-3 K_3 = L_(K_3 ) +Cj_3/f_(K_3 )
Ket:
L_(K_1 )= class bourdary bawah dari kelas terdapatnya kuartil ke-1
L_(K_3 )= class bourdary bawah dari kelas terdapatnya kuartil ke-3
j_1 = selisih antara letar kuartil ke-1 dengan frekuensi kumulatif pada kelas sebelum kelas terdapatnya kuartil ke-1
j_3 = selisih antara letar kuartil ke-3 dengan frekuensi kumulatif pada kelas sebelum kelas terdapatnya kuartil ke-3
f_(K_1 ) = frekuensi pada kelas terdapatnya kuartil ke-1
f_(K_3 ) = frekuensi pada kelas terdapatnya kuartil ke-3
Contoh:
Tabel 3.6
Contoh Perhitungan Kuartil Untuk Data Dikelompokkan
Bessarnya penjualan Jumlah langganan Frekuensi kumulatif
5 - 9,99
10 - 14,99
15 - 19,99
20 - 29,99
30 - 34,99
35 - 39,99 6
12
19
20
13
8
2 6
18
20 letak K₁
37
57
60 letak K₃
70
78
80
80
Maka:
Kuartil ke-1 K₁ = 14,995 + 5 ((20-18))/19 = 15,52
Kuartil kedua sama dengan median
Kuartil ke-3 K₃ = 24,995 + 5 (( 60-57))/13 = 26,15
Desil dan persentil
Desil adalah bilangan yang membagi data menjadi 10 bagian yang sama, sedang persentil adalah bilangan, yang membagi data menjadi 100 bagian yang sama. Dalam sekelompok data ada 9 desil dan 99 persentil. Cara mencari desil dan persentil sama dengan cara mencari median dan kuartil, yang membedakan hanya letaknya saja.

statistik 4

Bab IV
Ukuran penyimpangan
Ukuran penyimpangan adalah ukuran yang menunjukkan besar kecilnya perbedaan data dari rata-ratanya.
Ada bebarapa macam ukuran penyimpangan yang bisa kita gunakan, antara lain: range, deviasi rata-rata, deviasiasi standar, interquartile range dan devisiasi kuartil.
Range
Range adalah perbedaan antara data terbesar dengan data terkecil yang terdapat pada sekelompok data. Semakin besar range berarti semakin besar penyimpangan data dari rata-ratanya. Range merupakan ukuran penyimpangan yang mudah dipahami serta menghitungnya cepat dan mudah, sehingga range ini walaupun kurang teliti tetapi sering digunakan apabila segera dibutuhkan. Kelemahan range in adalah kurang teliti, hanya menyebutkan perbedaan data terbesar dan terkecil saja, tidak menjelaskan distribusi data-data lainnya yang terletak diantara kedua data itu. Sehingga untuk kelompok-kelompok data yang berbeda penyimpangannya , rangenya bisa sama asal data yan terkecil dan data yang terbesar sama. Contoh misalnya ada 3 kelompok data sbb:
Data pertama : 5, 20, 20, 20, 20, 20, 20.
Data kedua : 5, 5, 5, 15, 20, 20, 20.
Data ketiga : 5, 6, 10, 11, 14, 19, 20.
Ketiga data tersebut mempunyai range yang sama , yaitu sebesar 20-5 = 15, tetapi penyebaran data-datanya berbeda. Tentu saja penyimpangan data dari rata-rata masing-masing kelompok data juga berbeda.

Deviasi rata-rata
Devisia rata-rata adalah penyimpangan data-data dari rata-ratanya. Didalam menghitung devisiasi rata-rata harus kita cari rata-rata dari harga mutlak selisih antara tiap-tiap data dengan meannya. Harga mutlak adalah nilai dengan tidak memandang positif atau negative, semuanya dianggap positif. Harga mutlak dari x biasanya biasanya ditulis dengan I X I.

Mencari devisiasi rata-rata untuk data yang tidak dikelompokkan
Untuk data yang tidak dikelompokkan maka devisiasi rata-rata dapat dihitung sebagai berikut:
Devisiasi rata-rata =
Kenapa harus dicari harga mutlaknya dulu? Hal ini disebabkan karena kalau langsung kita cari nilai rata-rata dari selisih data-data rata-rata dari selisih itu = 0. Sebagai contoh misalnya untuk data sbb: 8, 17, 22, 10, 13.
Meannya = ( 8+ 17+ 22+ 10+ 13) : 5 = 14 dengan demikian rata-rata selisih data-data itu terhadap mean ( tanpa diabaikan tanda positif dan negatifnya) sbb:
= (8-14)+ ( 17- 14) + ( 22-14) + ( 10-14)+ (13-14)
5
= 0
0leh karena itu harus kita cari dulu harga mutlaknya seperti pad rumus diatas. Sehingga besarnya devisiasi rata-rata sebagai berikut.

Devisiasi rata-rata =I8-14I+ I 17- 14I + I 22-14I + I 10-14I+ I13-14I
5
= 22
5
= 4,4
Menghitung devisiasi rata-rata untuk data yang dikelompokkan
Untuk mencari devisiasi rata-rata untuk data yang dikelompokkan sbb:

Sebagai contoh misalnya kita gunakan distribusi frekuensi yang digunakan pada bab-bab sebelumnya:
Volume penjualan Xi fi ( Xi - )
I Xi - I fi

5 - 9.99
10 - 14,99
15 - 19,99
20 - 24,99
25 - 29,99
30 - 34,99
35 - 39,99 7,495
12,495
17,495
22,495
27,495
32,495
37,495 6
12
19
20
13
8
2 13,375
8,375
3,375
1,625
6,625
11,625
16,625 80, 250
100,500
64,125
32,500
86,125
93,000
33,250
80 489,750
Mean dari data ini 9 didepan sudah dihitung) sebesae 20,87. Kelompok keempat ( Xi - ) adalah selisih antar class –mark masing-masing kelas dengan mean , untuk kelas pertama = 7, 495- 20,87 = - 13,375, untuk kelas kedua = 12,495-20,87 = - 8,375 dan seterusnya. Sedangkan kolom ke 5 . I Xi - I fi adalah harga mutlak dari nilai-nilai kolom keempat di kalikan frekuensi masing-masing kelas.
Devisiasi rata-rata = 489,75/80 = 6,12



Devisiasi standar
Devisiasi standar adalah standar penyimpangan data dari rata-rata . pada deviasi standar ini di dalam menghilangkan pengaruh positif dan negatif selisih data dengarata-rata tidak dena harga mutlak., tetapi dengan dikuadratkan jekudian dengan jumlah dari kuadratnya diakar. Deviasi standar untuk populasi biasanya diberi symbol σ , sedangkan untuk sampel diberi symbol s.

Mencari deviasi standar untuk data yang tidak dikelompokkan
Dalam standar pada data yan tidak dikrlompokkan untuk populasi dapat dihitung dengan rumus :
σ
dimana U adalah mean dari populasi itu. Sedang deviasi standar untuk sampel dicari dengan rumus:

Dari dua rumus diatas ternyata perbedaannya terletak pada penyebutnya, untuk σ ( deviasi standar populasi) dibagi dengan n sedang untuk s ( deviasi standar sampel).
Dibagi dengan n-1 . Hal ini disebabkan karena adanya degree of freedom untuk sampel ( n-1).

Mencari deviasi standar pada data yang dikelompokkan
Untuk data yan dikelompokkan maka deviasi standar dapat dicari dengan rumus:
σ
sedangkan untuk sampel dapat dicari dengan rumus sbb:

Contoh:
Class mark besar penjualan f¬i ( Xi - )²
I Xi - I² fi

7,495
12,495
17,495
22,495
27,495
32,495
37,495 6
12
19
20
13
8
2 178,891
70,141
11,391
2,641
43,891
135,141
276,391 1.073,344
841,688
216,422
52,813
570,583
1.081,125
552,781
80 4.388,756

S = √(4.388,756/79)
= √55,554 = 7,45
Atau sebesar Rp 7.453,00, dibulatkan = 7.450,00
VARIANCE ( VARIANS)
Varians adalah deviasi standar di kuadratkan . kalau kita perhatikan pada rumus0rumus deviasi standar yangasli, 9 dengan skala X yang belum diubah bentuknya) maka untuk mencari varians tinggal menghilangkan tanda akarnya saja.
Standard score
Standard score atau angka standar adalah perbedaan antara besar suatu hal ( vaiabel) denga rata-ratanya yan dinyatakan dengan satuan deviasi standar. Cara menghitung angka deviasi stadar ini dapat kita gunakan rumus sbb:
Untuk populasi = AS = (X-U)/σ
untuk sampel = AS = (X- )/s
Guna dari angka stadar ini adalah untuk menilai kenaikan ataui perbedaan suatu kejadian diubanding denga kebiasaan, yang diukur dengan deviasi standarnya. Semakin besar angka standarnya berarti semakin tinggi kenaikannya dan kalau semakin kecil angka standar berarti sekakin rendah tingkat kenaikannya, dibanding denga biasanya. Contoh:
Tuan anton adalah pelanggan telur yang tiap hari bisa menghasilkan volume penjualan rata-rata sebesar Rp 75.000 dengan deviasi standar Rp 12,500 sedang nyonya ambartini adalah pedagang kelontong denga volume penjualan rata-rata setiap hari adalah Rp 55.000 dan deviasi standarnya Rp5000 . pada suatu hari bertepatan denga hari skaten tuan anton bisa menghasilkan penjualan = Rp 95.000 sedang nyonya ambartini pada hari yang sama bisa menhasilkan penjualan Rp 65.000.
Kalau kita lihat dari penjualan dalam nilai rupiahnya maak kenaikan penjualan dari tuan anton Rp 20.000 lebih besar dari penjualan nyonya amabrtini yang besar kenikannya hanya Rp 10.000 tetapi kalau kita nilai secara relative dibanding dengan kebiasaannya maka harus dihitung angka standarnya, sbb:
Tuan anton:
Angka standar = (Rp 95.000-Rp75.000)/(Rp 12.500)
= 1,60
Nyonya ambartini:
Angka standar = (Rp 65.000-Rp 55.000)/5000
= 2,00
Coefficient of variation
Coefficient of variation adalah menyatakan persentase deviasi standar dari rata-ratanya. Guna dari koeesien variasi ini adalah untuk mengukur keseragaman suatu hal. Semakin kecil koefisien variasi semakin besar bararti suatu data itu semakin tidak seragam. Untuk mencari kioefisien variasi ini dapat dilakukan dengan rumu sbb:
Untuk populasi = V = σ/Ux 100%
Untuk sampel = V = s/( )x 100%

contoh suatu perusahaan mempunyai dua unit mesin yang dipergunakan untuk membuat pipa. Mesin A bisa menghasilkan pipa dengan diameter 2 cm dan deviasi standar 0,15 cm, sedang mesin B dapat menghasilkan pipa denga diameter rata-rata 1,5 dan deviasi standar 0,05 cm. mesin manakah yang bisa menghasilkan pipayang lebih seragam ? untuk menjawab pertanyaan itu perlu dicari dulu koefisien variasinya, sebagai berikut.
Mesin A = V = 0,15/2x 100% = 7,5 %
Mesin B = V = 0,05/1,5x 100% = 3,33%
Ternyata koefisien variasi mesin B ( 3,33) lebih kecil dari pada mesin A (7,5), sehingga yang bisa menghasilkan pipa yan lenih yang seragam adalah mesin B.
Ukuran-ukuran penyimpangan yang lain
Ukuran-ukuran penyimpangan yang lain yan belum kita bicarakan adalah interquartile range dan quartile deviation interquartile range adalah selisih antara kuatil ketiga denga kuatil pertama atau sama dengan Q3-Q1. Sedang quartile deviation, sering juga disebut dengan semi interquartile range adalah separoh dari selisih kuartil ketiga degan kuartil pertama sama dengan (Q3-Q1) : 2

statistik 5

BAB V
UKURAN KECONDONGAN
DAN UKURAN RUNCINGNYA SUATU DISTRIBUSI
Bentuk –bentuk distribusi
Seperti yang telah dibicarakan di muka, biasanya kelas-kelas yang berada di tengah suatu distribusi frekuensi itu mempunyai frekuensi yang besar, sedang yang berada di tepi mempunyai frekuensi kecil. Demikian pula kalau distribusi itu kita gambarkan , maka pada kelas-kelas di tengah diagramnya akan tinggi, sedang pada kelas yang terletak di tepi gambarnya rendah, seperti terlihat pada gambar 5.1. bentuk seperti ini biasanya disebut seperti bentuk bel, karena mirip dengan bel atau loncenga yang di telungkupkan. Tidak semua data itu kalau digambarkan bentuknya seperti lonceng, ada yang tinggi di tepi seperti pada gambar 5.2 biasanya disebut denga hentuk J karena bentuknya menyerupai J . adapun yang gambarnya rendah di tengah, sering disebut bentuk U, karena menyerupai bentuk huruf U, seperti huruf 5.3

Pada data yang normal gambar distribusi yang berbentuk bel ini biasanya simetris, artinya kalau diagram itu dibelah ditengah maka besar dan bentuk belahan bagian kiri akan mirip degan besar dan bentuk belahan bagian kanan.
Kecuali bentuk diagram dari distribusi yang simetris ada yang condong kekiri dan ada juga yang condong kekanan. Untuk mengukur tingkat kecondongan atau simetris tidaknya suatu distribusi dapat kita gunakan koefisien kecondongan atau coefficient of skewness.
Pada distribusi yang normal atau yang diagramnya simetris besarnya mean sama dengan median dan modus; di dalam gambar; ketiga ukuran gejala pusat itu berimpit . pada distribusi yang tidak normal.





Gambar 5.1 gambar 5.2
Gambar distribusi yang gambar distribusi bentuk J
berbentuk bel







Gambar 5.3
Gambar distribusi yang
Berbentuk U






(Gambarnya tidak simetris ) besarnya mean tidak sama dengan median dan tidak sama denga modus. Pada distribusi semacam ini apabila datanya cukup banyak berlaku ketentuan sbb:
Modus – median = 2 ( median – mean)
Atau
Mode = 3( median ) – 2 ( mean)
Hubungan mean dengan median dan modus dapat dilihat pada gambar 5.4
Gambar 5.4
Letak mean, median dan modus






Mode med mean
Disamping mengukur kecondongannya, kita juga bisa mengukurtingkat runcing atau tumpulnya diagram auatu distribusi, dengan mencari korfisien peakedness atau kurtosisnya.
Ukuran simetris atau condongnya suatu kurva
Untuk mengukur simetris atau condingnya suatu kurva kitacgunakan koefisien skewness, yang dapat dihitung dengan rumus pearson sbb:
Sk = (mean-mode)/(deviasi standar)

Dengan mendasarkan atas hubungan antara mean, median dan modus di atas maka rumus skewness itu dapat berubah menjadi sbb:
Sk = (3(mean-median))/(deviasi standar)
Setelah kita ketahui besarnya koefisien skewness maka untuk menetukan gambar dari distribusi itu condong ke kiri, condong ke kanan atau simentris didasarkan atas ketentuan sbb:
Bila koefisien skewness itu positif mean melebihi median dan mode, maka diagram distribusinya condong kekiri atau kekanan ekornya di sebelah kanan ; seperti ada gambar 5.5
Bila koefisien skewness itu negative itu negative berarti mean kurang dari median dan mode, berarti kurva itu condong ke kanan atau kekiri ekornya disebelah kiri , seperti padagambar 5.6
Bila koefisien skewness itu besarnya sama dengan 0 berarti mean = median= modus , maka kurva itu simetris, seperti pada gambar 5.7
Gambar 5.5 gambar 5.6
Kurva condong kekiri condong ke kanan




Contoh
Gambar 5.7
Kurva simetris





Suatu distribusi yang satu mempunyai mean = 55, median = 50 dan deviasi standar = 7. Adapun distribusi kedua mempunyai mean = 47, median = 51 dan deviasi standar = 3. Maka koefisiensi skewness bila dihitung denga rumus pearson adalah sbb:
Distribusi pertama: Sk = (3( 55-50))/7 = 15/7 = 2,14
Distribusi kedua : Sk = (3(47-51))/3 = (-12)/3 = -4
Sehingga distribusi pertama b=gambarnya condong ke kiri, sedang distribusi kedua condong ke kanan.
Disamping mengunanakan rumus pearson, untuk menentukan kocondongan suatu distribusi dapat pula kita gunakan α₃ , yaitu rata-rata penyimpangan data-data dari mean, dipangkatkan tiga, dibagi degan deviasi standar pangkat 3. Da[at dinyatakan dengan rumus sbb:
α₃ = (1/n ∑_(i=1)^k▒〖(X_(i- μ)³ ) 〗)/α³
untuk data yang dikelompokkan
α₃ = (1/n ∑_(i=1)^k▒〖(X_(i- μ)³fi ) 〗)/α³ ket : μ = rata-rata mean
dengan memakai skala d maka α₃ untuk data yang dikelompokkan dapat dicari dengan rumus short cut sbb:

α₃ = C³/σ³[(∑_(i=1)^k▒d_(i³fi ) )/n- 3( (∑_(i=1)^k▒d_(i²fi ) )/n) ((∑_(i=1)^k▒d_(ifi ) )/n)+2((∑_(i=1)^k▒d_(i^3 fi ) )/n)³]
contoh sbb:


Tabel 5.1
Menghitung Α₃
kelas fi di di fi di²²fi di³fi
0-9
10-19
20-29
30-39
40-49
50-59 5
20
15
45
10
5 -2
-1
0
1
2
3 -10
-20
0
45
20
15 20
20
0
45
40
45 -40
-20
0
45
80
135
100 50 200

α₃ = 10/100 √(100(170)- (50)²)
= 12 ( dibulatkan)
α₃ = 10³/12³ [ 200/100 - 3 ( 170/100) (50/100) + 2 ( 50/100)³]
= - 0, 17
Berarti distibusi condong kekanan.
Ukuran keruncingan distribusi
Untuk mengukur runcing atau tumpulnya suatu distribsi biasanya digunaka α₄.

α⁴ = (1/n ∑_(i=1)^k▒〖(X_(i- μ)⁴ ) 〗)/(α⁴)
untuk data yang dikelompokkan
α⁴ = (1/n ∑_(i=1)^k▒〖(X_(i- μ)⁴ .fi) 〗)/(α⁴)




atau rumus short cut
α⁴ = (C⁴)/(σ⁴)[(∑_(i=1)^k▒d_(i⁴fi ) )/n- 4( (∑_(i=1)^k▒d_(i³fi ) )/n) ((∑_(i=1)^k▒d_(ifi ) )/n)+6((∑_(i=1)^k▒d_(i^(^2 ) fi ) )/n)((∑_(i=1)^k▒d_(²fi ) )/n)-3 ( (∑_(i=1)^k▒d_(i^² fi ) )/n)⁴]

untuk menetukan apakah diagram / distribusi itu runcing atau tumpul maka kita gunakan ketentuan sbb:
Apabila α₄ > dari 3 berarti diagram distribusi itu runcing, disebut leptokurtic, seperti pada gambar 5.8
Apabila α₄ < dari 3 maka diagram dari distribusi itu landai atau tumpul, disebut platycurtic, seperti gambar 5.9
Apabila α₄ = 3 maka diagram dari distribusi itu berbentuk bel dan normal, tidak terlalu runcing dan tidak terlalu tumpul.
Gambar 5.8 gambar 5.9
Leptokurtic platycurtic




Apabila data tabel 5.1 itu kita hitung α₄- nya maka perlu kita cari dulu d⁴-nya seperti pada tabel 5.2




Tabel 5.2
Menghitung D⁴ Untuk Mencari Α₄
kelas fi di d⁴fi
0-9
10-19
20-29
30-39
40-49
50-59 5
20
15
45
10
5 -2
-1
0
1
2
3 80
20
0
45
160
405
710

α4 = (10⁴)/(12⁴) [ 710/100 - 4 ( 200/100) (50/100) + 6 ( 170/100) ( 50/100)²- 3( 50/100)⁴]
= 2, 63
Maka diagram data itu tumpul, karena α4 = 2,63 lebih kecil dari 3

statistik 6

BAB VI
ANGKA INDEK
Pengertian angka indek
Angka indek adalah ukuran statistic yang menunjukkan perbandingan suatu kuantitas dengan yang lain perbandigan itu dinyatakan persentase , dan biasanya tanda persentasenya tidak disebutkan . perbedaan antara hal yang di perbandingkan biasanya terletak pada waktu terjadinya. Misalnya harga beras pada tahun 1980 dibandingkan denga tahun 1975. Kadang –kadang perbedaan antara hal yang di perbandingkan itu bisa juga terletak pada macam, letak da nsebagainya
Dengan mengetahui angka indeknya maka akan lebih mudah dapat diketahu perbandingan data-data yang bersangkutan. Sebagai contoh seperti telihat pada tabel 6.1
Tabel 6.1
Indeks harga beras
Tahun 1970 - 1975
tahun 1970 1971 1972 1973 1974 1975
Harga barang x per kg 60 65 72 75 81 90
Indeks 1970= 100 100 108 120 125 135 150
Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa denga membaca indeknya akan lebih mudah untuk mengetahui tingkat perubahannnya.

Kesulitan-kesulitan yang sering dihadapi.
Persoalan-persoalan yang biasanya dihadapi di dalam penyusunan angka indek antara lain adalah:
Kesulitan memperoleh susunan data yang sesuai dengan kebutuhan.
Mesulitan memperoleh data yang komperabel. Untuk bisa membuat indek yang baik maka data yang diambil harus komparabel, artinya layak untuk diperbandingkan.

Pemilihan tahun dasar
Tahun dasar adalah tahun yang digunakan sebagai dasar pembanding, sehingga diberi indek sebesar 100. Semua kuantitas pada tahun-tahun yang lain dibandingkan dengan kuantitas pada tahun dasar tersebut. Kalau kuantitas yang dibandingkan lebih besar dari kuantitas pada tahun dasar, maka indeknya lebih besar dari 100.kalau sama indeknya sebesar 100, sedangkan kalau kuantitas itu lebih kecil dari pada kuantitas pada tahun dasar maka indeknya akan kebih kecil dari 100.

Untuk memilih tahun dasar pada dasarnya bebas, boleh memilih satu tahun yang lalu, lima tahun tahun yang lalu dan sebagainya. Tetapi biasanya dipertimbangkan dua hal sebagai berikut:
Dipilih tahun yang keadaan ekonominya stabil.
Tahun dasar harus up to date. Tahun dasar hendaknya jangan telalu lama dari tahun-tahun yang dibandingkan, karena kalu terlalu lama tidak banyak manfaatnya.
Cara –cara menghitung angka indek
Indek tidak tertimbang
Angka relative
Angka relative biaanya digunakan untuk mengukur perbedaan atas satu macam nilai atau harga atau kuantitas saja. Dalam waktu atau keadaan yang berbeda. Misalnya relative harga beras mulai 1975 – 1980 dengan tahun dasar tahun 1975 seperti tercantum dalam tabel 6.2
Tabel 6.2
Menghitung relative harga beras
Dengan tahun dasar 1975
tahun Harga beras /kg Relative harga , 1975 = 100
1975
1976
1977
1978
1979
1980 200
220
220
230
250
275 ………………………….100
220/200 x 100 = 110
220/200 x 100 = 110
230/200 x 100 = 115
250/200 x 100 = 125

275/200 x 100 = 137,50


metode aggregative sederhana
Metode ini sangat sederhana, dilakukan hanya dengan membandingkan jumlah dari harga barang-barang per satuan tiap –tipa tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dinyatakan dalam rumus sbb:
I =(∑▒P_n )/(∑▒P_o ) x 100
I = indeks
∑▒P_n = jumlah variable yang dibandingkan ( misalnya harga) pada tahun ke - n
∑▒P_o = jumlah variable yang dibandingkan pada tahun dasar.

Misalnya kita akan menghitung indek harga bahan makanan tahun 1980 dengan tahun dasar 1979 , seperti yang telihat pada tabel 6.3
Tabel 6.3
harga 4 bahan makanan
Tahun 1979 dan 1980
Macam Barang harga
1979 1980
beras( 1 kg) 250 275
gula ( 1 kg) 350 500
susu( 1 kg) 1500 1.850
jagung ( 1 kg) 100 125
jumlah 2.200 2.75

Indek harga tahun 1980 dengan tahun dasar 1979 ( 1979= 100) adalah:
I = 2.750/2.200x 100 = 125

Metode ini sederhana mudah menghitungnya, tetapi mempunyai kelemahan, yaitu kalau satuan barangnya dirubah maka indeknya akan berbeda.

Metode rata-rata dari angka relative
Dalam metode ini pertama –tama dicari angka relative dari masing-masing barang, kemudian relative-relative itu dirata-rata. Adapun rumusnya sbb:
I = (∑▒(Pn )/Po)/kx 100
Dimana :
∑▒(Pn )/Po x 100 = relative, yaitu persentase harga pada tahun ke-n dari harga pada tahun dasar.
k= banyakna macam barang

Indeks tertimbang
Didalam indeks tertimbang atau “weighted index” kita memasukkan unsure weight ( timbangan) terharga yang dipakai untuk menghitung indeks, yang menunjukkan tingkat penting atau tidaknya baran tersebut. Barang yang lebih penting weightnya lebih yinggi dan yangkurang penting lebih rendah. Indek tertimbang dapat dihitung dengan rumus sbb:
I = (∑▒〖P_(n.) W〗)/(∑▒〖P_(o.) W〗)x 100
Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana menentukan weight itu. Mungkin dapat dirtentukan sesuai dengan anggapan atau kesan penganalisa terhadap barang itu.; misalnya yang penting diberi weight 10 yang kurang penting semakin rendah. Tetapi hal ini sifatnya subyektif, angggapan seseorang biasanya berbeda dengan orang lain, sehingga weightnya dan indeksnya akan berbeda kalau dihitung oleh orang yang berbeda. Untuk mengatasi hal itu biasanya dipakai kuantitas barang itu sebagai weight, untuk barang-barang konsum si biasanya dipakai kualitas onsumsi atas barang itu . dalam hal ini ada dua pendapat, laspeyres menggunakan kuantitas pada tahun dasar, sedangkan paasche memakai kuantitas pada tahun yan dicari indeknya(tahun ke-n).
Laspeyres indeks
Laspeyres indeks adalah indek yang dihitung dengan kuantitas pada tahun dasar sebagai weight. Adapun rumus untuk menghitungnya adalah sbb:
I = (∑▒〖P_(n.) Q_0 〗)/(∑▒P_(o.) Q_0 )x 100
Contoh pada tabel 6.5
Tabel 6.5
Harga dan kuantitas konsumsi barang A, B dan C tahun 1979 dan 1980 untuk menghitung Laspeyres
macam barang 1979 1980
harga ( Po) kuantitas(Q0) harga (Pn) kuantitas ( Qn) Po Q0 Pn Q0
A 10,00 10 15 5 100 150
B 15,00 15 17 10 225 255
C 20,00 5 4 4 100 110
Laspeyres indeks
L = 515/425x 100 = 121,18
Paasche indeks
Adalah indek tertimbang dengan memakai weight kuantitas pada tahun yang dicari indeknya ( tahun ke n ). Dengan rumus dinyatakan sebagai berikut:
P = (∑▒P_(n.) Q_(n.))/(∑▒P_(o.) Q_n )x 100
Dengan demikian data pada tabel 6,5 maka dapat kita lihat hitung penggunaan weight kuantitas pada tahun ke –n seperti terlihat pada tabel 6.6

Tabel 6.6
Harga pada tahun 1979 dan 1980
Dinaikkan dengan kuantitas pada tahun 1980
Untuk menghitung paasche indeks
Macam barang P0Qn PnQn
A
B
C 50
150
80 75
170
88
jumlah 280 333

Drobisch indeks dan irving fisher indek
Kedua indeks diatas memiliki kelemahan dan kebaikan masing-masing laspeyres indeks kadang-kadanglebih disenangi karena memakai weight pada tahun dasar sehingga weight nya tetap saja. Tetapi untuk menghitung harga indek ini bisa menyebabkan overestimate. Hal ini disebabkan karena jika harga naik biasanya jumlah atau kuantitas pembelian berkurang. Sebaliknya jika harga turun , pembelian barang yan bersangkutan akan naik, weight nya terlalu kecil untuk barang yang harganya turun, akibatnya indeknya juga terlalu besar. Didalam merata-rata indek dapat dilakukan dengan rata-rata hitung atau rata-rata ukur. Rata-rata hitung digunakan oleh Drobisch sedangkan rata-rata ukur oleh Irving Fisher dan biasanya disebut ideal indeks
Drobisch:
D = (L+P)/2 atau
= ((∑▒〖P_(n.) Q_0 〗)/(∑▒P_(o.) Q_0 )+(∑▒P_(n.) Q_(n.))/( ∑▒P_(o.) Q_n )) x 100

ideal indeks:
I = √LP Atau
= √( (∑▒〖P_(n.) Q_0 〗)/(∑▒P_(o.) Q_0 ). (∑▒P_(n.) Q_(n.))/(∑▒P_(n.) Q_0 )) x 100
Untuk laspeyres dan paassche indek yang telah kita diatas maka:
Drobisch indeks = (121,18+118,83)/2 = 120,06
Ideal indeks = √(121,18 x 118,93) = 120,05

Indeks rata-rata tertimbangdari harga relative
Didalam metode ini angka indek dihitung dengan mencari rata-rata tertimbang dari angka relative tiap-tiap barang; dengan rumus sebagai berikut:
I = (∑▒P_(n .W )/P_0 )/(∑W) x 100
Contoh dapat dilihat pada tabel 6.7
Perhitungan nilai sbagai weight
Untuk menghitung indeks rata-rata
Tertimbang dari angka relative
macam barang 1979 1980 relatif
harga ( Po) kuantitas(Q0) harga (Pn) kuantitas ( Qn) Po Q0 Pn Q0
A 10,00 10 15 5 1,50 100 150
B 15,00 15 17 10 1,13 225 255
C 20,00 5 22 4 1,10 100 110
Kalau dengan weight nilai pada tahun dasar ( 1979) maka :
I = ((1,50x 100)+(1,13x225)+( 1,10x 100))/(100+225+100) x 100
I = 121
Kalau weight nya nilai pada tahun ke-n ( 1980) maka:
I = ((1,50x 75)+(1,13x170)+( 1,10x 88))/(75+170+88) x 100
= 120,54
Angka indeks berantai
Angka indeks berantai adalah indeks yang tahun dasarnya selalu satu tahunsebelum tahun yang dihitung indeksnya. Misalnya indeks tahun 1980 dihitung dengan tahun dasar 1979 dan indeks 1979 dihitung dengan tahun 1978.
Relative berantai
Adalah relative yang memakai tahun dasar satu tahun sebelumnya. Sebagai contoh kita akan menghitung relative hargga berantai dari harga beras sbb:
Tabel 6.8
Harga beras mulai 1977 sampai 1980
tahun 1977 1978 1979 19780
harga 200 225 240 250

Relative berantai :
1978 = 225/200x 100 = 112,50
1979 = 240/225 x 100 = 106,67
1980 = = 250/240x 100 = 100 = 104, 17
Indek berantai
Untuk menghitung angka indeks berantai pada dasarnya sama dengan indeks biasa yang membedakan Cuma tahun dasarnya tidak tetap satu taun saja, melainkan selalu tahun sebelum tahun undek yang bersangkutan , baik indeks tertimbang maupun tidak tertimbang.
I(n-1),n = (∑▒〖Pn.W〗)/(∑P_((n-1)) W) x 100
Contoh:

Tabel 6.9
Harga barang D,E dan F dengan weight
Sudah diketahui
Macam barang Harga/kg Weight

1978 1979 1980
A 50 55 65 10
B 40 50 45 4
C 10 12 15 5

1978, 1979 = ((55x10)+ (50x4)+( 12x5))/(( 50x10)+( 40x4)+ ( 10x5))x 100
= 114, 08

1979,1980 = ((65x10)+ (45x4)+( 15x5))/(( 55x10)+( 50x4)+ ( 12x5))x 100
= 111, 73
3. Consumer price index
Ada salah satu macam dari index berantai untuk menentukan index barang-barang atau jasa kebutuhan masyarakat, dengan weight nilai konsumsi tarhadap barang-barang itu. Adapun rumusnya sebagai berikut:

Karena yang dipakai sebagai weight (W) adalah nilai konsumsinya, padahal harga barang-barang yang dikonsumirt beruba-rubah. Maka perlu adanya penyesuaian. Untuk menjelaskan masalah ini baiknya kita pakai contoh sbb:
Pengeluaran konsumen untuk barang-barang G,Hdan I setiap bulan pada tahun 1978 adalah G =100 , H = 600 dan I = 450. adapun harga untuk tiap=tiap barang seperti tercantum pada tabel 6.10. kalau kita akan menghitung indek untuk tahun 1980 ( tentu saja dengan dasar 1979) mestinya yang kita pakai sebagai weight adalah nilai konsumsi tahun 1978. tertapi kalau langsung diterapkan akan kurang tepat sebab harga-harga pada tahun 1979 dan 1980 sudah berbeda. Maka kita adakan penyesuaian yaitu dengan membagi nilai konsumsi tahun 1978 kemudian dikalikan dengan harga pada tahun dasar akan kita dapat nilai weight yang telah disesuaikan, ( = P79-Q78).
Tabel 6.10
Harga barang G,H dan I dari tahun 1978
Sampai dengan 1980
macam barang harga
1978 1979 1980
G 10 11 12
H 20 25 30
I 30 40 35

Untuk menghitung weight ( P79.P78) dapat dilakukan dena rumus sebagai berikut:
P( n- 1). Qa = P_(( n-1))/P_a Pa.Qa
= P_(( n-1))/P_a Va
Weight untuk barang G = 11/10 x 100= 110
Weight untuk barang H = 25/20 x 100 = 750
Weight untuk barang I = 40/30 x 100 = 600
Consumer price index:
I79,80 = (∑P_80/P_79 ( P_(79 ) Q_79))/(∑P_(79 ) Q_79 )

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang tahun dasar
Penggunaan beberapa tahun sebagai tahun dasar
Kadang –kadang dipakai dua tahun atau 3 tahun sebagai tahun dasar. Apabila dipakai tahun dasar 1975 dan 1976 biasanya ditulis ( 1975-1976 = 100) sebagai keterangan. Cara menghitungnya hanya harga pada kedua tahun itu rata-rata.sebagai contoh misalnya kita ambil data pada tabel 6.8. kita hitung indeks relatifnya dengan tahun dasar 1977 dan 1978,( lihat tabel 6.8 didepan)
Rata-rata harga 1977 dan 1978 = (200+225)/2 = 212,50
Indeks dengan tahun dasar ( 1977-1978)
1977 = ( 200/212,50)x 100 = 94,12
1978 = (225/212,50) x 100 = 105,88
1979 = (240/212,50) x 100 = 112,94
1980 = (250/212,50) x 100 = 117,65
Perubahan tahun dasar
Karena sesuatu hal mungkin kita harus memindahkan tahun dasarnya. Misalnya dari tahun dasar 1970 mencapai 1975, akibatnya semua indeknya akan berubah. Indek baru pada tahun dasar menjadi 100, sedang indeks pada tahun –tahun yang lain dapat dicari dengan rumus:
Ib = I_1/I_(1_b ) x 100
Ket:
Ib = indek baru
I_1 = indek lama
I_(1_b )= indek lama pada tahun dasar baru.

Sebagai contoh perubahan tahun dasar ini seperti terlihat pada tabel 6.11. mula-mula dengan tahun dasar 1975 akan kita ubah menjadi tahun dasar 1978.
Tabel 6.11
Perubahan tahun dasar 1975
Menjadi 1978

Tahun Indeks 1975 =100 Indek 1978 = 100
1975
1976
1977
1978
1979
1980 100
120
130
125
130
140 (100/125)x 100 = 80
(120/125)x 100 = 96
(130/125)x 100 =104
= 100
130/125 x 100 = 104
140/125 x 100 = 112

Penggunaan angka indek untuk deflating
Nilai uang setiap tahun selalu berubah-rubah, karena daya beli uang berubah maka harga dan indeks harga barang-barang pun akan berubah pula. Kalau kita membandingkan sesuatu misalnya tingkat upah, maka sering kita bandingkan upah riil nya. Berarti upah pada tahun yang bersangkutan dinilai berdasarkan keadaan pada suatu tahun. Kalau kita gunakan indeks untuk mengadakan penyesuaian maka disebut deflating berdasar keadaan pada tahun dasar. Caranya denga membagi upah tiap tahun dengan indek pada tahun yang bersangkutan kemudian dikalikan dengan 100. Atau dengan rumus sbb:
Upah riil = (upah nominal)/indeksx 100
Misalnya kita hitung upah rill dari tahun 1975 sampai dengan 1980 seperti terkilihat pada tabel 6.12




Tabel 6.12
Perhitungan upah riil dengan dasar
Keadaan tahun 1975
Tahun Upah/bulan Indeks harga 1975 =100 Upah riil
1975
1976
1977
1978
1979
1980 55.000
57.000
59.800
68.000
70.200
71.400 100
120
130
125
130
140 55.000
47.500
46.000
54.400
54.000
51.000

Dari tabel tersebut ternyata upah riil mula-mula naik, tetapi mulai tahun 1976 turun. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga-harga lebih tinggi daripada kenaikan upah yang diterima setiap bulan.

statistik 7

Bab VII
TIME SERIES
Pendahuluan
Di dalam perencanaan kegiatan-kegiatan pada masa akan datang kita sering mengunakan data-data pada masa-masa yang telah lalu.berdasarkan data itu kita buat proyeksi keadaan tahun-tahun yang akan datang didasarkan atas penjualan sejak 10 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan karena apa yang akan terjadi itu akan mempunyai pola perubahan seperti tahun-tahun yan telah lalu. Atau dengan kata lain apa yang telah tejadi itu pasti akan terulang kembali dengan sesuatu tingkat yang regularitas (keterangan) tertentu. Artinya yang dulu bertambah pasti akan bertambah, yang dulu musiman pasti akan musiman, yang dulu berkurang pasti akan berkurang. Analisa terhadap hal ini sering disebut dengan analisa time series.
Sifat perubahan sesuatu itu biasanya terlalu komplekm sehingga terlalu sulit untuk diperkirakan bersama-sama., karena merupakan campuran dari maccam-macam variasi. Misalnya penjualan kertas setip tahun akan selalu bertambah, disamping itu selama satu tahun penjualan setiap bulan bersifat musiman., dan dalam satu bulan pun penjualan setiap hari tidak sama, mungkin penjualan minggu-minggu pertama lebih banyak dari pada minggu-minggu terakhir. Karena sulit untuk diperkirakan bersama-sama, maka untuk lebih mudah kita kelompokkkan menjadi 4 komponen time series : trend jangka panjang, variasi musiman, variasi siklis dan variasi random. Trend jangka panjang atau trend adalah rata-rata kenaikan atau penurunan dalam jangka panjan g biasanya tiap tahun, variasi musim adalah gelombang pasang surutnya sesuatu yang berulang kembali dalam waktu tidak lebih dari satu tahun., variasi siklis adalah gelombang pasang surutnya sesuatu hal yang berulang kembali dalam waktu lebih dari satu tahun dan variasi random adalah gelombang pasang surut yang terjadi secaratiba-tiba dan biasanya sukar diperkirakan sebelumnya. Setelah kompionen- komponen itu kita dapatkan kemudian kita gabungkan lagi, sehigga bisa diperoleh ramalan yang dimaksud. Cara menggabungkannya biasanya dengan dikalikan.


Secular trend
Merupakan gerakan yang semacam dalam jangka panjang. Dengan kata lain trend merupakan data-data perubahan dalam jangka panjang . kalau variable yang dibahas itu bertambah maka trend merupakan rata-rata pertambahan, sedang kalau turun merupakan rata-rata penurunan.
Metode yang digunakan biasanya bermacam-macam antara lain : metode-metode semi averages dan least square yang merupakan trend yan bukan trend linier.
Gambar 7.1
Penjualan perusahaan ABC setiap tahun dalam ribuan rupiah
Dan garis trend mulai tahun 1974 sampai 1980


Pejualan
Dalam jutaan
rupiah trend
150

110



0 74 75 76 77 78 79 80 x (tahun)
Metode semi averages
Metode ini digunakan untuk menghitung trend linier. Caranya sederhana sekali dengan langkah-langkah sbb:
Kelompokkan data menjadi 2, kelompok pertama pada tahun-tahun awal, kel kedua pada tahun-tahun akhir. Kalau banyaknya tahun genap maka pengelompokannya mudah, tetapi kalu ganjil yang ditengah bisa diabaikan atau dihitung dua kali dimasukkan dala mdua kelompok. Di dalam contoh pada tabel 7.1 kelompok pertama pada tahun 1978 sampai 1980.
Carilah rata-rata dari tiap kelompok kemudian letakkan tiap rata-rata pada tahun pertengahan tiap kelompok. Rata-rat pada keloimpok pertama = 124 diletakkan pada tahun 1976 dan rata-rata kel ke dua 145 diletakkan pada taun 1979.
Carilah selisih tahun dari letak kedua rata-rata itu ( 1979-1976 = 3) kemudian carilah selisih dari kedua rata-rata itu.(145-124 = 21) kalau positif berarti ada kenaikan tetapi kalu negative berarti ada penurunan.
Bagian selisih rata-ata itu dengan selisih tahunya. Sehigga didapatkan rata-rata kenaikan setipa tahun. Dalam contoh = 21/3 = 7
Nilai ternd diatas pada tahun pertengahan kelompok sama dengarata-rata pada kel yang bersangkutan. ( nilai trend 1976 = 124 dan 1979 =145 ). Nilai trend pada tahun-tahun yan lain dapat dicari denga menambah nilai trend pertengahan kelompok itu dengan rata-rata kenaikan untuk setiap satu tahun sesudahnya, dan kurang kan bila satu tahun sebelumnya. Misalnya nilai trend 1977 = 142 + 7 = 131 , tahun 1978 = 131 + 7 = 138, tahun 1975 = 124 -7 = 117.
Kalau kita meramalkan ( membuat forecast) tinggal menambahkan rata=rata kenaikan untuk setiap perbedaan satu tahun kemudian, tahun kemudian, sampai denga tahun yang dimaksud . misalnya tahun 1981 sebesar nilai trend 1980 ( 152 ) ditambah rata-rata kenaikan (5) = 159, untuk tahun 1981 sebesar 159 + 7 =166
Tabel 7.1
Mencari trend linier dengan
Metode semi averages
tahun Penjualan( dalam jutaan) Rata-rata tiap kelompok Nilai trend
1975
1976
1977
1978
1979
1980 112
125
135
140
145
150

372/3=124…….

435/3=145……. 117
124
131
138
145
152

Metode least square
cara mencari
metode yang paling banyak digunakan adalah metode least square. Disebut least square karena dengan metode ini akan memperoleh garis trend yang mempunyai jumlah terkecil dari kuadrat selisih data dengan garis trend ( ∑ ( Y –Y’)² minimum ). Lihat gambar 7.2
gambar 7.2
selisih nilai trend denga penjulan tiap tahun
penjualan dlm
ribuan rupiah
trend Y = a + bX



0 74 75 76 77 78 79 80 x (tahun)
Garis yang kita cari adalah Y’ = a+ bX . Y’ adalah taksiran dan X adalah skala dari tahun. Biasanya yang ditengah diberi nilai X = 0. Tahun-tahun sebelumnya berturt-turut dikurangi satu ( sehingga negatif) sedang tahun-tahun sesudahnya di tambah satu (sehigga positif) . lihat gambar 7.3. untuk mencari besarnya a dan b biasanya digunakan rumus sbb:
Y = n.a + b ∑X
XY = a. ∑X + b ∑ X²
Dalam hal ini:
Y = penjualan setiap tahun
X = skala tahun dengan tahun yang ditengah 0



Gambar 7.3
Skala X
1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 tahun skala X
-3 -2 -1 0 1 2 3
Nilai x seperti pada gambar 7.3 diatas mempunyai jumlah =o . oleh karena itu rumus umum diatas dapat dirubah menjadi:
Y = n.a + b (0) ………a = (∑Y)/n
XY = a (0) + b X²…….b = (∑XY)/(∑X²)
Langkah-langkah untuk menghitungnya adalah sbb:
susunlah data sesuai denga urutan tahun dan letakkan nilai X nya sesuai dengan tahunnya. dilihat dalam tabel 7.2
hitung nilai XY dan X² kemudian carilah jumlah Y, jumlahkan XY dan X². carilah a dengan rumus ( ∑Y)/ hasilnya 131 dan b dengan rumus (∑XY)/(∑X²) hasilnya = 7,18.
Tabel 7.2
Menghitung jumlah Y, jumlah XY, dan jumlah X²
Untuk menghitung trend dan nilai trend
Penjualan perusahaan ABC , data 1974- 1980
tahun Penjualan(Y) X XY X² Y’
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980 110
112
125
135
140
145
150 -3
-2
-1
0
1
2
3 -330
-224
-125
0
140
290
450
9
4
1
0
1
4
9 109,46
116,64
123,82
131,00
138,18
145,36
152,54
917 0 201 28 28

masukkan nilai a dan b pada persamaan linier sehingga dapat diperoleh persamaan trend
Y ‘ = 131 + 7,18X
( Y penjualan setiap tahun, satuan X= satuan tahun, origin tahun 1977)
Pada persamaan itu harus ditambahkan keterangan yang menyebutkan : Y menunjukkan variable apa, X apa?.

Setelah mengetahui persamaan trend nya maka kita bisa cari trend tiap-tiap tahun denga melakukan substitusi nilai X pad tahun –tahun yang dimaksud, misalnya :
1974 ( nilai X = -3 ) Y’ = 131 + 7,18 ( -3) = 109,46 dan seterusnya.hasilnya tampak pada tabel 7.2
Kalau kita akan membuat focecast pada tahun-tahun yang akan datang maka substitusikan nilai X pada tahun yang bersangkutan . misalnya tahun 1981 berarti X = 4 dan 1982 nilai X =5
1981 Y’ = 131 + 7, 18 ( 4) = 159,72
1982 Y’ = 131 + 7,18 ( 5) = 166,90
Lihat gambar 7.4
Gambar 7.4
Skala X tengah tahunan karena
Banyaknya tahun genap
1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 tahun skala X
-7 -5 -3 -1 0 1 -3 -5 -7
Sebagai contoh kita lihat tabel 7.4 sbb:
Tabel 7.4
Menghitung least square trend dari
Penjualan PT ARJUNA
tahun Penjualan(Y) X XY X² Y’
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980 80
84
90
95
110
115
121
125
-7
-5
-3
-1
1
3
5
7 -560
-420
-270
-95
110
345
605
875
49
25
9
1
1
9
25
49 88,48
91,97
95,48
98,99
106,01
109,52
113,03
116,54

820 0 590 168


a = 820/8 = 102, 50
b = 590/168 = 3,51
jadi persamaan trend nya
Y’ = 102, 50 + 3,51X

Merubah bentuk persamaan trend
Y persamaan trend yang kita buat didepan menyatakan penjualan setiap tahun , sedang satuan X untuk contoh pertama satu tahun dan untuk contoh kedua setengah tahun. Persamaan ini bisa dirubah sbb:
Memindah origin
Y menjadi dalam rata-rata persatuan waktu tertentu, misalnya rata-rata perbulan , per kuartal dan sebagainya, biasanya disebut trend rata-rata.
Y menjadi berubah (bertambah atau berkurang) setiap satuan waktu tertentu misalnya setiap bulan , setiap kuartal , disebut trend bulanan atau kuartalan.

Tahun yang merupakan origin dapat kita pindah , didalam memindah origin yang kita ganti hanya a-nya . nilai a yang baru sebesar nilai trend pada tahun yang menjadi origin baru itu.misalnya dalam contoh didepan menggunakan origin tahun 1977 kalau oigin kita rubah menjadi tahun 1979 maka a nya sebesar nilai trend yang bau menjadi.
Y’ 145,36 + 7,,18X

Trend rata
Dalam persamaan trend tahunan kalau ingin dibuat menjadi persamaan trend rata-rata tiap bulan dilakukan dengan : a dibagi 12 dan b dibagi 12, kalau akan di jadikan trend rata-rata tiap kuartal baik a maupun b masing- masing dibagi 4. Kalau disubstitusikan nilai x pada tahun yang bersangkutan maka akan didapatkan nilai trend (Y’) yang merupakan trend rata-rata. Sebagai contoh kita ubah persamaan trend tahunan ( dalam contoh least square yang pertama)
Y’ = 131+ 7,18 X
( Y penjualan satu tahun , satuan X satu tahun origin 1977)
Akan diubah menjadi trend rata-rata tiap kuartal:
Y’ = 131/4 + 7,18/4X
Y’ = 32, 75 + 1,795 X
( Y rata penjualan tiap kuartal, satuan X satu tahun, origin 1977)
Kalau kita cari trend rata-ratanya :

1974 = 32,75 + 1,795 ( -3) = 27, 365
1975 = 32,75 + 1,795 ( -2) = 29, 160
Dan seterusnya.
Kalau unit X dari persamaa yang akan kita ubah itu ½ tahun maka untuk merubah menjadi trend rata-rata tiap bulan a dibagi 12 dan b dibagi 6, sedang kalau diubah dalam trend kuartalan a dibagi 4 dan b dibagi dua (awas origin diantar dua tahun).
Persamaan trend bulanan dan kuartalan
Trend bulanan adalah trend dari bulan satu ke bulan berikutnya, menunjukkan perkiraan kenaikan atau perubahan setiap bulannya. Jadi bukan dari tahun satu ketahun lainnya. Sedangkan trend kuartal adalah trend yang menunjukkan perubahan dari kuartal ke kuartal. Kalau akan merubah persaaan trend tahunan yang satuan X satu tahun menjadi bulanan maka a dibagi 12 dan b dibagi 12², sedang kalau akan diubah menjadi trend kuartalan maka a dibagi 4 dan b dibagi 4² . kalau dari persamaan tahunan yang satuan x-nya setengah tahun maka kalau akan diubah menjadi trend bulanan a dan b dibagi (12²)/2 , sedangkan kalau akan diubah menjadi trend kuartal a dibagi 4 dan b dibagi (4²)/2.
Misalnya persamaan trend dalam contoh pertama metode least Sequare kita ubah menjadi persamaan trend kuartalan. Persamaan menjadi:
Y’ = 131/4 + 7,18/4X
Y’ = 32, 75 + 1,795 X
( Y penjualan dalam satu tahun , satuan X satu kuartal , origin pertengahan kuartalan II-III 1977).
Karena origin terletak pada pertengahan kuartal II dan III tahun 1977 maka kalau akan mencari nilai trend tahun 1977 substitusikan X = -1/2 dan untuk tahun 1978 X = ½. Kuartal IV X = 1 ½ dan kuartal I tahun 1978 X = 2 1/2 . lihat tabel 7.4. perhatikan satuan X menunjukka nsatuan kuartal.
Tabel 7.4
Skala X untuk trend kuartalan
kuartal I kuartal II kuartal III kuartal IV
1977 : X -1 1/2 - 1/2 1/2 1 1/2
Y' pada origin
1978 : X 2 1/2 3 1/2 4 1/2 5 1/2
Sehingga nilai trend kuartalnya menjadi :
1977 kuartal I = 32,75 + O,45 ( - 1,5) = 32,08 ( dibulatkan)
Kuartal II = 32,75 + 0,45 ( -0,5 ) = 32,53 dan seterusnya
Untuk mencari kuatal seperti diatas agak sulit jadi biasanya di ubah menjadi kuartal terdekat misalnya kita ubah originnya menjadi kuartal II 1977 maka a-nya diganti denga nilai trend pada kuartal II, sebesar 32, 53 ; sedangkan b-nya tetap. Persamaanya sbb:
Y’ = 32,53 + 0,45X
( Y penjualan satuan kuartal , satuan X =1 kuartal, origin kuartal II 1977)
Denga sendirinya skala X-nya juga kita ubah menjadi seprti pad tabel 7.5




Tabel 7.5
Nilai X kuartalan origin berubah

kuartal I kuartal II kuartal III kuartal IV
1977 -1 0 1 2
1978 3 4 5 6
Sehingga nilai trend kuartalan dapat dicari dengan persamaan yang sudah diubah originnya denga nilai X baru, sbb:
1977 kuartal I Y’ = 32,53 + 0,45 (-1) = 32,08
Kuartal II Y’ = 32,53 + 0,45 ( 0) = 32,53 dan seterusnya

Trend parabolic
Bentuk persamaan trend selalu linier. Kalau distribusi datanya mendekati parabola lebih tepat kalau dibuat bentuk persamaan trend yang polynomial tingkat dua atau parabolic, dengan bentuk persamaan sbb:

Y’ = a + bx + cX²

Kalau untuk mencari persamaan itu kita gunakan metode least square maka kita usahakan agar ( Y’-Y) minimum. Untuk menghitung a, b dan c digunakan persamaan sbb:
∑Y = na + b∑X + c∑X²
∑XY = a∑X + b∑X² + c∑X³
∑X²Y = a∑X² + b∑X³ + c∑X⁴
Dengan memakai ketiga persamaan itu kita bis mencari a, b,c denga lebih cepat, tetapi yang paling cepat ddapat dihitung adalah b, sedangkan a dan c harus dicari dengan eliminasi dari dua persamaan yang lain . sebagai contoh kita kerjakan trend parabolic seperti yang terlihat pada tabel 7.6
Tabel 7.6
Menghitung trend parabolic
tahun Penjualan produk P (Y) X XY X² X²Y X⁴ Y’
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980 180
190
205
210
200
195
185 -3
-2
-1
0
1
2
3 -540
-380
-205
0
200
390
555 9
4
1
0
1
4
9 1.620
760
205
0
200
780
1.665 81
16
1
0
1
16
81 182,77
193,58
201,77
203,08
201,77
196,42
187,03
1.365 0 20 28 5.230 196

b = 20/28=0,71
1.356 = 7a + 28 c x 4
5.230 = 28a + 196 c

5.460 = 28a + 112 c
5.230 = 28a + 196 c -
230 = - 84 c
C = 230/(-84) = -2,74
Substitusikan nilai pada persamaan 1.365 = 7a + 28c;
1.365 = 7a + 28 ( 2,74); 7a = 1.441,72 sehingga a = 205,96
Persamaan trend parabolic menjadi
Y’ = 205,96 + 0,71 X – 2,74X²



3. variasi musiman
Adalah gelombang yang naik turunya atau bertambah atau berkurangnya sesuatu yang berulang kembali dalam waktu tidak lebih dalam satu tahun. Misalnya penjualan kertas pada awal tahun ajaran baru meningkat, penjualan paying pada musim hujan dll. Biasanya variasi musiman ini dinyatakan dalam indeks musimana.
Untuk mengkitung indeks musiman
Ada berbagai macam metode tetapi disini kita menggunakan metode rata-rata sederhana.
Sebagai contoh kita buat variasi musim dalam kartal dari data yang dipakai untuk menyusun least square trend pada tabel 7.2 yang sudah diperinci dalam kuartal , seperti tabel 7.7.
Adapun langkah –langkah sbb:
Susunlah data tiap kuartal ( atau bulan sesuai dengan kebutuhan ) untuk masing-masing tahun, kuartal ke bawah dan tahun ke kanan.
Carilah rata-rata tiap kuartal pada tahun 1974 -1980 seperti pada kolom 8
Karena rata-rata itu masih mrngandung unsure kenaikan (trend ) maka hilangkanlah pengaruh trend ini dengan menguranginya dengan pada tabel 7.7. persamaan trend kuartal ( 0,45) secara kumulatif , seperti pada kolom 9, dan sisanya ( kolom 8-kolom 9) adalah kolom 10
Carilah rata-rata dari kolom 10, yaitu 128, 30/4 = 32,075
Nyatakanlah rata-rata angka pada kolom 10 sebagai persentase dari rata-rata , kita dapatkan indeks musim sbb;
Kuartal I = 21/32,075 x 100 = 65,47
Kuartal II = 26,55/32,075 x 100 = 82,77
Kuartal III = 44,10/32,075 x 100 = 137,49
Kuartal IV = 36,65/ 32,075x 100 = 114,26

Penggunaan indeks musim untuk forecasting
Kalau kita akan menbuat suatu forecasting (ramalan pada tiap=tiap periode ( kuartal, bulan da nsebagainya) kalikanlah trend pada periode tersebut dengan indeks musiman. Contoh pada tabel 7.7
Tabel 7.7
Menghitung indeks musim dengan metode rata-rata sederhana
1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 rata-rata b. kumulatif sisa(kol 8- kol 9) indeks musim
kuartal I 20 21 27 18 25 23 25 21 0,00 21,00 65,47
kuartal II 25 24 27 26 30 27 30 27 0,45 26,55 82,77
kuartal III 35 42 40 47 45 50 56 45 0,90 44,10 137,49
kuartal IV 30 25 43 44 40 45 39 38 1,35 36,65 114,26
110 112 125 135 140 145 150 128,30

Tabel 7.8
Penggunaan indeks musim dalam forecasting

Nilai trend Indeks musim Forecast ( dalam jutaan)
kuartal I 37,48 65,47 24,54
kuartal II 37,93 82,77 31,39
kuartal III 38,38 137,49 52,77
kuartal IV 38,83 114,26 44,37


Variasi siklis
Adalah perubahan atau gelombang pasang surut sesuatu hal yan berulang kembali dalam waktu lebih dari satu tahun ( kebanyakan antara 5 sampai 10 tahun) . sebagai contoh konjungtur.
Time series merupakan gabungan dari 4 komponen: trend (T) , variasi musim(M), variasi siklis ( S) dan variasi random ®, cara menggabungkannya biasanya degan perkalian sbb:
Time series = T x M x S x R
Contoh kita cari indeks siklis dari penjualan perusahaan ABC dalam kuartal pada tahun 1977 dan 1978. Adapun langkah-langkahnya sbb:
Susunlah data tiap kuartal ke bawah ( lihat tabel 7.9)
Carilah nilai trend tiap kuartal mensubstitusikan nilai-nilai x sesuai dengan kuartal dan tahun yang bersangkutan, substitusikan X = -1 pada kuartal I, 0 pada kuartal II, I pada kuartal III tahun 1977 dan seterusnya pada persamaan Y’ = 32,53 + 0,45X. hasilnya pada kolom 2
Cantumkanlah indeks musim pada kolom 3
Kalikanlah trend ( dalam kolom 2) dengan indeks musim (pada kolom 3 dalam persen) hasilnya disebut normal seperti pada kolom 4
32,08 x 65,47 = 21
32,53x 82,77 = 26,93 dan seterusnya
Kolom lima diperoleh ddari data (pada kolom I) dibagi dengan normal (kolom 4) dikalikan 100.
( T x M x S x R )/( Tx M) = S x R
Untuk menghilangkan pengaruh perubahan random carilah jumlah tertimbang bergerak dari kolom 5. Misalnya kita gunakan weight 1,2,1, (biasanya dipakai koefisien binomial), artinya kita jumlahkan data selama 3 kuartal dengan weight : kuartal sebelumnya 1, kuartal yang bersangkutan 2 dan kuartal sesuadahnya 1.
Jumlah tertimbang bergerak : tahun 1877
Kuartal I = 85,71( 1) + 96,55 ( 2) = 103,66 (1) = 392,47
Kuartal II = 96,55( 1) + 103,66( 2) = 115,18 (1) = 419,05 dan seterusnya

Hitunglah rata-rata bergerak tertimbang , caranya angka-angka pada kolom 6 dibagi dengan jumlah timbangannya ( 1+ 2 + 1 = 4 ) hasilnya
Merupakan rata-rata tertimbang bergerak.

Variasi random
Adalah gelombangpasang atau surutnya sesuatu hal yang biasanya terjadi secara tiba-tiba dan sukar di perkirakan . misalnya disebabkan Karena pengaruh gempa bumi, wabah, perang dan sebagainya. Biasanya ini diperkirakan degan memakai rata-rata. Misalnya waktu terjadinya rata-rata beberapa tahun sekali , rata-rata pengaruhnya seberapa dan sebagainya.

EKONOMI MAKRO

PASAR PERSAINGAN SEMPURNA
Dalam teori mikro sering di jumpai istilah pasar persaingan murni( pure competition market) dan pasar persaingan sempurna ( perfect competition market). Pada prinsinya kedua jenis pasar ini sama dan perbedaannya relative sedikit.
Suatu pasar dikatakan sebagai pasar persaingan murni adalah pasar yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Penjualnya banyak;
2. Barang yang dijual bersifat homogen;
3. Barang yang dijual seorang penjual merupakan bagian kecil dari seluruh barang yang ada dipasar tersebut;
4. Setiap penjual mempunyai kebebasan masuk atau keluar dari pasar.

Sedangkan pasar persaingan sempurna adalah pasar yang mempunyai ciri-ciri seperti pada pasar persaingan murni, akan tetapi masih ada beberapa ciri yang harus dipenuhi yaitu:
1. Pengetahuan penjual dan pembeli tentang keadaan pasar sempurna/ lengkap dan
2. Mobilitas sumber ekonomi di seluruh pasar adalah bebas dan tidak ada hambatan.
Konsep pasar persaingan sempurna lebih luas dibandingkan dengan konsep pasar persaingan murni. Oleh karena itu dalam teori ekonomi mikro lebih sering di pergunakan istilah pasar persaingan sempurna.
Seorang produsen yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna dikatakan pada kondisi keseimbangan apabila dari output yang ia jual dapat diperoleh keuntungan maksimum/ kerugian minimum.
Keuntungan maksimum /kerugian minimum bagi seorang produsen yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna di capai apabila di penuhi kondisi sebagai berikut:
1. Harga output (P) sama dengan penerimaan marginal (MR) sama dengan biaya marginal (MC)
Atau secara matematis dapat di tulis :
P= MR = MC
2. Kemiringan kurva permintaan marginal ( slope MR) lebih kecil dari pada kemiringan kurva biaya marginal ( slope MC). Atau secara matematis dapat ditulis


Dalam pasar persaingan sempurna, kurva penawaran seorang produsen di tunjukan oleh kurva biaya produksi marginal ( kurva MC) kekanan atas yang dimulai dengan titik gulung tikar ( shut -down point ) bagi produsen tersebut. Kurva AB pada gambar 3.1 menunjukkan kurva penawaran bagi seorang produsen yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna.

Titik gulung tikar ( shut-down point) bagi seorang produsen terjadi apabila harga output (P) sama dengan biaya variable rata-rata( AVC). Pada kondisi ini apabila produsen tetap berproduksi dan dapat menjual semua output yang dihasilkan, maka produsen tersebut akan rugi sebesar biaya tetapnya. Kerugian sebesar biaya tetap itu juga dialami oleh produsen tersebut apabila ia tidak berproduksi.
Apabila harga output lebih kecil daripada biaya variable rata-rata (AVC), maka produsen tersebut lebih baik menutup usahanya. Karena apabila ia menutup usahanya, maka ia rugi sebesar biaya tetapnya saja. Sedangkan apabila ia meneruskan usahanya, maka ia akan rugi sebesar biaya tetap ditambah dengan sebesar biaya variable, yaitu selisih biaya variable rata-rata dengan harga output.
Dengan demikian kurva permintaan seorang produsen yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna adalah kurva MC yang terletak sebelah atas kurva AVC dan mempunyai kemiringan ( slope) yang positif.
Keseimbangan produsen yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna terjadi pada saat:
P= MC = AR = D
Bagian yang diarsir pada gamabar 3.2 adalah keuntunganyang diperoleh produsen dan bagian yang di arsir pada gambar 3.3 adalah kerugian yang diderita oleh produsen. P*dan Q*. berturut turut adalah harga dan jumlah barang keseimbangan konsumen.


Kurva penawaran pasar pada pasar persaingan sempurna adalah penjumlahan secara horizontal dari semua penawaran produsen yang beroperasi pada pasar tersebut.
Dalam jangka panjang, keseimbangan produsen terjadi apabila produsen tersebut berproduksi pada skala ( scale of plant) yang optimal. Pada kondisi ini produsen dapat memenimalkan biaya total jangka panjang ( long- run total cost / LTC) dan juga meminimalkan biaya rata-rata jangka panjang (long-run average cost/ LAC).
Keseimbangan jangka panjang bagi produsen yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna terjadi pada tingkat output sedemikian rupa sehingga biaya marginal jangka pendek ( SRMC) sama dengan biaya marginal jangka panjang ( LRMC) sama dengan biaya rata-rata jangka pendek ( SRAC) sama denga biaya rata-rata jangka panjang ( LRAC) sama dengan harga output (P) sama dengan penerimaan marginal (MR) sama dengan penerimaan rata-rata (AR).
Atau secara matematis dapat di tulis sebagai berikut= LRMC = SRAC = LRAC = P MR = AR
dalam jangka panjang, produsen yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna tidak akan mampu menghasilkan laba murni ( pure profit ) / laba lebih ( excess profit) lagi. Akan tatapi ia hanya mampu memperoleh laba normal profit) saja.
Laba murni atau laba lebih yang di peroleh produsen di sebabkan oleh permintaan total lebih besar dari biaya total ( TR> TC). Apabila pada pasar persaingan sempurna terdapat excess profit, maka akan mendorong perusahaan yang sudah ada di pasar tersebut menambah kapasitas produksinya. Atau mungkin juga ada perusahaan yang baru masuk pada pasar tersebut ( ingat: pada pasar persainngan sempurna perusahaan bebas keluar masuk pasar). Apabila ini terjadi, maka jumlah barang yang ditawarkan akan meningkat dan harga akan turun. Akibat selanjutnya penerimaan total produsen akan menurun. Penurunan penerimaan total ini sampai pada tingkat dimana penerimaan total sama dengan biaya (TR=TC). Ini menunjukan bahwa produsen tersebut hanya menerima laba normal ( normal profit ). Grafik 1 pada gambar 3.4 menunjukan keadaan dimana seorang produser yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna memperoleh laba normal.









Kurva penawaran jangka panjang seorang produsen yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna tidak bisa diidentifikasi. Ada tiga kemungkinan bentuk kurva penawaran seorang produsen pada pasar persaingan sempurna yaitu:
1. Kurva penawarran jangka panjang mempunyai lereng positif. Ini terjadi apabila pasar mempunyai struktur ongkos yang menaik. Keadaan ini mencerminkan keadaan dimana apabila output bertambah, maka harga input naik.
2. Kurva penawaran jangka panjang berbentuk garis lurus sejajar dengan sumbu jumlah barangyang ditawarkan. Keadaan imi mencerminkan bahwa apabila output naik maka tidak akan memperoleh harga input.
3. Kurva penawaran jangka panjang mempunyai lereng negative. Ini terjadi apabila pasar mempunyai struktur ongkos yang menurun. Keadaan ini mencerminkan keadaan dimana apabila harga output bertambah, maka harga input makin murah.
Secara umum kurva penawaran seorang produsen pada pasar persaingan sempurna di tunjukan oleh kurva MC yang berada di sebelah atas titik tutup usaha(shut down point). Karena keadaan produsen menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga di sepanjang kurva tersebut. Kurva AB pada gambar 3.1 menunjukan kurva penawaran seorang produsen pada pasar persaingan sempurna.




Pasar persaingan monopolistic
Pasar persaingan monopolistic adalah suatu pasar dimana terdapat lebih dari satu produsen. Apabila hanya terdapat dua produsen maka pasar tersebut dinamakan duapoli, sedangkan apabila lebih dari dua produsen disebut pasar oligopoly. Walaupun dalam pasar ini terdapat beberapa produsen, tetapi setiap produsen masih mampu mempengaruhi pasar yaitu dengan adanya diferensiasi produk ( misalnya pembedaan merek, bungkus dan sebagainya).
Produsen yang menjual outputnya dalam pasar persaingan monopolistic dalam jangka pendek, berada pada tingkat output optimum apabila produsen tersebut menghasilkan output dimana:
1. Penerimaan produksi marginal( MR) sama dengan biaya produksi marginal( MC). Atau secara matematis ditulis :
MR =MC
2. Besarnya slope MR < slope MC
Posisi optimum bagi produsen yang beroperasi pada pasar persaingan monopolistic yang dikemukakan oleh Chamberlin dibedakan menjadi 3 kasus:
1. Usaha mencapai posisi optimum dengan masuknya produsen baru
2. Usaha mencapai posisi optimum melalui persaingan harga, dan
3. Usaha mencapai posisi optimum memlalui persaingan dan bebas keluar masuk pasar.
Dalam pasar oligopoly masing-masing perusahaan tidak tahu persis reaksi apa yang akan diambil oleh produsen lain apabila salah satu produsen yang ada di dalam pasar melakukan kebijaksanaan. Oleh karena itu ada beberapa macam model yang menggambarkan keadaan pasa oligopoly antara lain:
1. Cournot, Bertrand, chamberlin, permintaan patah( kinked-demand) dan Stackelberg untuk model pasar olgopoli yang tidak bergabung, dan
2. Kartel dan lepemimpinan untuk pasar oligopoli yang bergabung.
Dalam model Cournot dianggap bahwa barang yang dihasilkan bersifat homogeny dan struktur biaya produksinya sama dengan biaya produksi marginal = 0 secara umum dapatlah diutarakan bahwa apabila di pasar ada n perusahaan, maka masing-masing perusahaan akan menghasilkan output sebanyak :
Dari seluruh permintaan pasar. Dan secara keseluruhan produsen-produsen akan menghasilkan output sebanyak:

Dalam hal ini jelas semakin banyak perusahaan yang terdapat dipasar, maka akan semakin banyak pula jumlah output yang ditawarkan dipasar, dengan tingkat harga yang lebih murah. Output keseimbangan dalam model ini mendekati output keseimbangan pada pasar persaingan sempurna.
Dalam model Bertrand dianggap masing-masing perusahaan memperkirakan perusahaan pesaingnya tetap mempertahankan tingkat harga jual output, apapun yang kebijaksanaan yang dilakukan pesaingnya. Dalam model Bertrand ini menentukan posisi keseimbangan (optimum) yang stabil dari pasar. Posisi keseimbangan ditentukan oleh perpotongan antara dua kurva reaksi yang dimiliki masing-masing perusahaan. Dalam model Bertrand ini tidak mengarah pada tingkat keuntungan pasar yang maksimum serta pada tingkat yang lebih rendah daripada posisi itu. Hal ini disebabkan karena anggapan bahwa masing-masing produsen tidak pernah memanfaatkan pengalaman-pengalamannya pada masa lalu.
Pada pasar oligopoly model Chamberlin dinyatakan bahwa keseimbangan stabil di pasar terjadi apabila di pasar tersebut disepakati hanya ada satu tingkat harga. Hal ini karena model Chamberlin menganggap bahwa produsen menyadari diantara mereka ada saling tergantung satu sama lain. Penetapan harga ini bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan masing-masing. Dalam model ini menganggap tidak ada perusahaan baru yang masuk ke dalam pasar. Apabila ada perusahaan baru yang masuk ke dalam pasar, masa keseimbangan stabil akan terganggu dan ini tidak bisa di pecahkan melalui mekanisme ala pasar monopoli.
Pasar oligopoly model kurva patah di formulasikan oleh Seezy. Dalam model ini keseimbanga perusahaan di tentukan pada waktu garis permintaaan yang dihadapi produsen berbentuk patah.karena pada tingkat ini berarti MR produsen sama besar dengan MC nya, memang secara umum dapat dikatakan bahwa kurva MR dapat berpotongan dengan kurva MC dimana saja pada bagian kurva MR yang patah. Hal ini bermakna bahwa adanya perubahan struktur biaya produksi yang tidak akan berpengaruh pada tingkat output dan harga keseimbangan perusahaan. Kurva permintaan bagi perusahaan yang berbentuk patah mencerminkan perilaku oligopolies, yaitu apabila ia menurunkan tingkat harga jual,maka ia mengharapkan produsen pesaingnya kan mengikuti kebijaksanaannya. Tetapi sebaliknya apabila ia menaikkan harga jual, maka ia mengharapkan pesaingnya tidak akan mengikuti kebijaksanaannya.
Bentuk kurva permintaan yang patah adalah manifestasi dari adanya ketidakpastian oligopolies terhadap perkiraaan perusahaan pesaing, apabila ia menurunkan tingkat harga jual. Model kurva permintaan patah ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa dalam pasar oligopoly tingkat harga output yang terjadi di pasar cendrung tetap atau tidak berubah- ubah.
Pasar oligopoly model Stackelberg pada intinya beranggapan adanya salah satu produsen yang cukup kuat posisinya, sehingga ia dapat memaksa produsen lain untuk mengikuti segala ketentuannya. perusahaan yang kuat ini berfungsi sebagai pemimpin untuk menentukan keseimbangan yang stabil.
Namun apabila tedapat dua perusahaan ynag kuat, maka posisi keseimbangan stabil akan teganggu. Dalam keadaan ini kedua perusahaan tersebut akan bersaing untuk menjadi pemimpin dipasar, yakni dengan jalan perang harga (price war). Perang harga ini akan terhenti apabila salah satu mereka bersedia jadi pengikut dan posisi keseimbangan stabil akan kembali.
Kartel adalah gabungan dari beberapa produsen yang menjual outputnya di pasar oligopoly. Tujuan dari kartel ini adalah memaksimumkan keuntungan perusahaan, perusahaan anggotanya, dengan jalan menentukan kebijaksanaan- kebijaksanaan yang berlaku bagi seluruh perusahaan anggota Kartel. Dengan membentuk Kartel ini maka kebijaksanaan-kebijaksanaan dapat diarahkan menyerupai pasar monopoli. Kalau di tinjau dari segi tujuannya, Kartel dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Kartel dengan tujuan memaksimumkan keuntungan, dan
2. Kartel yang bertujuan membagi pasar
Keadaan semacam ini mirip dengan pasar monopoli yang mempunyai beberapa pabrik ( multiplant-monopoly).
Biasanya masalah yang di hadapi kartel bukan saja menentukan output yang dapat memaksimumkan keuntungan, tetapi juga membagi jatah output yang harus diproduksi oleh masing-masing perusahaan anggota dan juga pembagian keuntungan diantara mereka. Pada prinsipnya posisi optimum di capai pada tingkat output dimana MR kartel di potong oleh MC-nya dari bawah.
Keberhasilan suatu kartel biasanya tergantung kewibawaan dari kartel dimata perusahaan-perusaan anggotanya. Apabila kewibawaan ini tidak ada, maka ada kecendrungan dari perusahaan-perusahaan anggota melanggar perjanjian yang telah di sepakati. Keadaan ini akan mengakibatkan kegagalan kartel mencapai tujuannya.
Bentuk lain dari penggabungan produsen yang menjual outputnya Dipasar oligopoly adalah model kepemimpinan harga ( price leadership). Dalam model ini mengatakan, perusahaan mempunyai posisi yang paling kuat akan bertindak sebagai leader( pemimpin), sedang perusahaan yang lain bertindak sebagai follower (pengikut). Dalam model ini ada tiga macam bentuk penggabungan, yaitu:
1. Penggabungan dengan model kepemimpinan harga oleh perusahaan yang dengan struktur ongkos terendah.
2. Penggabungan dengan model kepemimpinan harga oleh perusahaan yang dominan, dan
3. Penggabungan dengan model kepemimpinan harga oleh perusahaan yang bersifat barometris.